Makanan Dianggap Mempengaruhi Watak, Simak Penjelasannya
TSIRWAH INDONESIA – Makanan merupakan kebutuhan primer manusia setiap hari. Tidak hanya faktor rasa, umat Islam wajib memilih yang ia makan halal dan thoyib atau baik.
Mengonsumsi makanan halal merupakan salah satu bukti keimanan karena Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkannya dalam Al-Quran dan hadits.
Kebalikan dari hal itu, mengonsumsi makanan haram akan memberikan dampak buruk sebagaimana hadits berikut:
كُلُّ لَحْمٍ وَدَمٍ نَبَتَا مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِمَا
Artinya: “Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya),” (HR At-Thabrani).
Setiap yang tumbuh dan berkembang (keturunan), apabila mengonsumsi makanan haram, dapat terjerumus dalam siksa api neraka. Na’udzu billahi min dzalik.
Pandangan Islam Mengenai Pengaruh Makanan terhadap Watak
Dr. KH. Abdur Rahman Dahlan, anggota Komisi Fatwa MUI dalam artikel halalmui.org menyampaikan, “berdasarkan ilmu zoologi, makanan dapat mempengaruhi watak dan perilaku makhluk hidup.”
Allah SWT menghalalkan umat-Nya mengonsumsi yang baik karena berpengaruh baik bagi tubuh dan mendorong perbuatan baik. Allah SWT mengharamkan makanan dari hewan yang buruk karena dapat mempengaruhi watak dan akhlak manusia.
Makanan haram dapat mendorong manusia berbuat hal yang agama haramkan. Pada dasarnya, sesuatu yang buruk akan mendatangkan sesuatu yang buruk pula.
Umat muslim memiliki pedoman yang jelas mengenai halal dan haramnya makanan. Oleh karena itu, umat muslim harus memperhatikan apa yang ia konsumsi dan menghindarkan diri yang haram.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 173:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحۡمَ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
BACA JUGA : Waspadalah Konspirasi Setan Melalui Makanan, Berikut Penjelasannya
Daging Babi Mengakibatkan Sifat Buruk
Babi merupakan salah satu yang diharam dan terlarang untuk umat muslim konsumsi. Salah satu alasannya adalah karena babi bersifat rakus dan memakan apapun.
Babi memakan sampah hingga kotoran mereka sendiri. Hal ini merupakan makanan buruk dan dapat memberi pengaruh buruk pula bagi yang mengonsumsi daging babi.
Babi memiliki sifat yang tidak ada rasa cemburu pada pasangan (istrinya), bahkan sang suami turut andil dalam perselingkuhan istrinya.
Hal ini dapat berefek menghilangkan ghirah (rasa cemburu) dan iffah (menjaga kehormatan) dari orang yang memakan daging babi.
Contoh kasus hilangnya ghirah dan iffah dari orang yang mengonsumsi daging babi ini adalah suami yang membiarkan istri atau anaknya melakukan zina. Na’udzu billahi min dzalik.
Anjuran Islam Tentang Makanan
Islam menganjurkan umat muslim untuk mengonsumsi makanan yang halal dan thoyib. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 168:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya: “Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata.”
Kebersihan juga menjadi salah satu faktor yang harus umat muslim perhatikan terkait makanan. Konsumsi yang berasal dari hewan ternak atau unggas yang mencari makan di tempat kotor harus melalui beberapa proses sebelum penyembelihan.
Hewan tersebut perlu dikurung dan diberi konsumsi yang bersih serta sesuai agar isi perutnya bersih dari mikroorganisme maupun kotoran yang berbahaya. Hewan tersebut juga harus dibersihkan sebelum diolah dan dikonsumsi.
Mengonsumsi yang halal dan baik juga akan berefek pada orang yang mengonsumsinya, yaitu hadirnya sifat baik dan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang baik.
Kesimpulan
Islam memandang bahwa apa yang dikonsumsi memiliki pengaruh terhadap watak, perilaku, atau sifat seseorang. Oleh karena itu, umat muslim wajib mengonsumsi makanan halal dan thoyib agar menjadi manusia yang baik dan terhindar dari kecenderungan berbuat buruk.
Wallohu A’lam
Oleh Nurina