Alquran & HaditsHikmah & Wawasan

Mengenal 6 Istilah dalam Qira’at

TSIRWAH INDONESIA – Di antara istilah dalam ilmu qira’at yang sering muncul pada kitab-kitab qira’at adalah al-qira’ah, ar-riwayah, ath-thariq, al-wajah, al-ushul, dan al-farsy.

Keenam istilah ini merupakan kata kunci penting yang harus diketahui bila ingin mengkaji dan memahami ilmu qira’at.

Artikel kali ini akan mengupas istilah kosakata tersebut agar kita mengetahui perbedaan masing-masing.

BACA JUGA: Sab’ah Ahruf: Al-Quran Diturunkan Dalam 7 Huruf

Ungkapan yang Sering Muncul dalam Qira’at

Seseorang yang ingin mempelajari dan mendalami qira’at harus mengetahui istilah-istilah penting berikut:

Pertama, al-qira’ah (القراءة) yaitu bacaan suatu lafaz Alquran yang dinisbatkan kepada seorang imam qira’at.

Para imam qira’at adalah Nafi’, Ibnu Katsir, Abu ‘Amr, Ibnu ‘Amir, Ashim, Hamzah dan Al-Kisa’i. Mereka dikenal dengan sebutan Imam Qira’at Tujuh (qira’at sab’ah).

Jumlah tujuh imam qira’at ditambah Abu Ja’far, Ya’kub dan Khalaf menjadi sepuluh disebut dengan Imam Qira’at Sepuluh (qira’at asyr).

Sebagai contoh, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Fatihah ayat 4:

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ

Lafaz ملك dibaca dengan menetapkan alif (isbat alif) setelah huruf mim oleh Imam Ashim dan Al-Kisa’i yakni dibaca “مَالِكِ” panjang dengan mad.

Selanjutnya dibaca dengan membuang alif (hazful alif) oleh Imam Nafi’, Ibnu Katsir, Abu ‘Amr, Ibnu ‘Amir, dan Hamzah yakni dibaca “مَلِكِ” pendek tanpa mad.

Qira’at pada lafaz “ملك” di atas dalam hal ini tidak ada perbedaan bagi para imam qira’at.

Oleh karena yang disebutkan imam qira’atnya, maka otomatis bacaan kedua perawinya adalah sama tidak ada ikhtilaf. Seperti qira’ah Imam Nafi’ dan qira’ah Imam Ashim.

Kedua, ar-riwayah (الرواية) yaitu qiraah suatu lafaz Alquran dinisbatkan kepada salah satu perawi imam qira’at walaupun ada perantara.

Sedangkan rawi, digunakan untuk seorang yang telah belajar atau mengambil qira’at dari imam qira’at.

Seperti riwayat Ad-Duri dari Abu ‘Amr perantaranya Yahya Al-Yazidi. Karena Ad-Duri adalah murid Yahya dan tidak secara langsung mengambil qira’at dari Abu ‘Amr.

Yahya yang merupakan murid dari Abu ‘Amr tanpa ada perantara, akan tetapi riwayat Ad-Duri lebih populer dari Imam Abu ‘Amr.

Contoh lain yang tidak ada perantara yaitu riwayat Qalun dan Warsy dari Imam Nafi’, riwayat Syu’bah dan Hafsh dari Imam Ashim. Sebab mereka mengambil qira’at dan berguru secara langsung.

Seperti dalam surah Al-Fatihah ayat 6:

ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ  

Lafaz ٱلصِّرَٰطَ dibaca dengan huruf sin “ٱلسِّرَٰطَ” oleh riwayat Qunbul dari Imam Ibn Katsir dan Ruwais dari Imam Ya’qub.

Dibaca isymam (mencampurkan suara huruf shad dengan zai) oleh riwayat Khalaf dari Imam Hamzah.

Kemudian dibaca dengan huruf shad “ٱلصِّرَٰطَ” oleh para imam selain di atas (Nafi’, Al-Bazzi, Abu ‘Amr, Ibnu ‘Amir, Ashim, Khallad, dan Al-Kisa’i.

Ketiga, ath-thariq (الطريق) secara bahasa jalan, jalur, cara, dan rute. Maksudnya mata rantai sanad atau silsilah qira’at yang berada setelah perawi.

Di dalam kitab An-Nasyr fi Qira’at Al-Asyar karya Ibnu Al-Jazari menyebutkan bahwa jumlah thariq yang sahih dalam qira’at mutawatirah yang dikumpulkan olehnya mencapai seribu thariq.

Di Indonesia, seperti riwayat Hafsh dari Imam Ashim melalui thariq as-sathibiyyah adalah bacaan yang paling populer.

Seperti dalam surah Ar-Rum ayat 54:

اَللهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗ

Terdapat tiga tempat dalam surah Ar-Rum di atas. Dibaca dengan menfathahkan huruf dad pada lafaz “ضَعْفٍ” oleh riwayat Syu’bah melalui jalur (thariq) Ubaid bin As-Shabah dari qira’at Imam Ashim.

Keempat, al-wajah (الوجه) yaitu semua bentuk/model perbedaan bacaan yang diriwayatkan dari qira’at tertentu, lalu dalam hal ini dibolehkan untuk memilih bacaan mana karena semuanya sahih. Dengan kata lain wajah adalah model bacaan.

Misal, wajah (model bacaan) ketika wakaf pada lafaz mad ‘aridh lissukun dengan sukun asli (sukun al-mahdh), damah dan kasrah (raum), damah saja (isymam). Ditambah panjang mad yaitu al-qashr (dua harakat), tawassuth (empat harakat), dan thul (enam harakat).

Sebagai contoh, dalam Qur’an surah Al-Fatihah ayat 2:

اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

Ketika wakaf pada lafaz “الْعٰلَمِيْنَ” hukum bacaan mad ‘aridh lissukun dibaca dengan sukun asli (sukun al-mahdh) saja dan panjang mad boleh al-qashrtawassuth, dan thul.

Kelima, al-ushul (الأصول) adalah kaidah umum yang bersifat menyeluruh, yang terdapat dalam setiap surah Alquran yang berisi perihal perbedaan qira’at dalam pengaplikasiannya.

Contoh, mim jama’, hukum mad munfashil, mad muttashilal-idghamimalah, dan lain-lain.

Seperti, dalam Qur’an surah Al-Fatihah ayat 7:

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ

Lafaz “عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ”  dibaca oleh riwayat Qalun dengan dua wajah:

1.  Dibaca dengan sukun  “عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ”

2.  Dibaca dengan shilah (memanjangkan mim jama’) “عَلَيۡهِمُوْ غَيۡرِ” bersama Imam Ibnu Katsir.

Al-Baqun (selain yang sudah disebutkan di atas mereka adalah riwayat Warsy, Abu ‘Amr, Ibnu ‘Amir, Ashim, Hamzah, dan Al-Kisa’i) membaca dengan sukun yakni “عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ”.

Keenam, al-farsy (الفرش) adalah kaidah bacaan Imam Tujuh yang berlaku hanya pada kalimat dan ayat-ayat tertentu. Kaidah ini disebut dengan kaidah khusus yang populer dengan istilah farsy al-Huruf.

Sebagai contoh, dalam Qur’an surah Al-Baqarah ayat 9:

وَمَا يَخْدَعُوْنَ اِلَّآ اَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُوْنَ

Pada lafaz وَمَا يَخۡدَعُونَ dapat dibaca “يَخۡدَعُونَ” dan “يُخَادِعُونَ” dan tidak dapat diqiyaskan (dianalogikan) seperti dalam surah An-Nisa ayat 142, karena hanya khusus terjadi pada surah Al-Baqarah. 

Kesimpulan

Para imam bukan membuat aturan baru dalam membaca Alquran melainkan hanya menyampaikan apa yang mereka terima dari generasi sebelumnya yang sanadnya bersambung hingga Rasululah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Dalam membaca Alquran boleh memilih satu di antara qira’at Alquran yang ada serta konsisten mengikuti kaidah yang berlaku dalam qira’at tersebut. 

Wallahu A’lam
Oleh Anni Kholidah Ritonga

Editor: Havidz Ramdhani

Aktivis Dakwah, Penulis, Guru Agama, Hafidzul Quran, Web Developer, Graphic Designer, memiliki ketertarikan untuk mengembangkan dan memajukan dunia pendidikan pesantren sesuai relevansi zaman dan teknologi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator