Mengenal lebih dekat Sayyidatina Fatimah Az-Zahra: Penghulu Wanita Surga
TSIRWAH INDONESIA – Sayyidatina Fatimah Az-Zahra adalah seorang putri salehah kecintaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Ummu Fatimah menguasai pengetahuan bahasa arab dan dapat menyusun kalimat dengan singkat yang bermakna padat, luas dan mendalam.
Ketika ibunda Khadijah akan melahirkan ummu Fatimah, beliau mengutus seseorang ke tempat wanita-wanita Quraisy dan Bani Hasyim untuk menolong seperti yang biasa dilakukan kepada wanita-wanita lainnya.
Siapa yang menyangka utusan datang kepada ibunda Khadijah dan mengatakan,“Kamu telah membantah kami dan tidak mau mendengar omongan kami, kamu menikah dengan Muhammad, orang miskin dan tak punya harta. Maka kami tidak akan datang mengurus urusanmu.”
Ibunda Khadijah sedih, ketika dalam keadaan demikian, turunlah wanita-wanita dan para malaikat dari langit.
Melihat ibunda Khadijah ketakutan, untuk menenangkan hati beliau salah satu dari mereka berkata, “Jangan bersedih, wahai Khadijah. Kami diutus Allah Subhanahu wa ta’ala kepadamu, dan kami adalah saudara-saudaramu.”
BACA JUGA: 5 Kedudukan Anak dalam Islam, Begini Penjelasannya
Hati ibunda Khadijah lebih tenang dan dapat melahirkan putrinya dengan selamat. Ketika bayi itu lahir, bersinarlah cahaya darinya, dan tidak ada satu tempat pun di bumi bagian timur maupun barat yang bersinar kecuali dari bayi ibunda Khadijah.
Peristiwa Kelahiran Penghulu Wanita Surga
Ummu Fatimah lahir pada hari Jum’at 20 Jumadil Akhir pada tahun ke-5 sebelum kenabian, ummu Fatimah putri bungsu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam setelah Zainab, Ruqayyah dan Ummi Kultsum. Saudara laki-lakinya yang tertua adalah Qasim dan Abdullah.
Kelahiran ummu Fatimah disambut gembira oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dengan memberi nama Fatimah dan diberi julukan Az-Zahra.
Kelahiran ummu Fatimah bertepatan dengan pembangunan Ka’bah yang rusak karena banjir. Banjir yang melanda kota Mekkah diakibatkan dari pegunungan, banjir besar ini menimpa dan meretakkan dinding Ka’bah yang sudah lapuk.
Sebelum datang banjir, pihak Quraisy sudah memikirkan nasib Ka’bah yang menjadi sasaran pencuri untuk mengambil barang-barang yang ada di dalamnya.
Dididik di Bawah Naungan Wahyu Ilahi
Ibunda Khadijah seorang wanita yang suci sejak kecil. Dahulu, ketika ibunda Khadijah belum mengenal islam banyak penduduk Mekkah menyembah berhala namun beliau tidak melakukannya.
Tatkala banyak penduduk Mekkah membunuh anak perempuannya, ibunda Khadijah telah menunjukkan bahwa seorang perempuan telah mampu menjaga diri dan kehormatannya.
Ummu Fatimah dibesarkan oleh ayah dan ibu dengan keimanan serta akhlak yang mulia. Ummu Fatimah dididik dengan naungan Wahyu ilahi. Rumah ummu Fatimah selalu di bunyikan lantunan ayat suci Al-Qur’an.
Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran ummu Fatimah yang mendekati tahun ke-5 sebelum Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam di angkat menjadi Rasul. Di antara anak perempuan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, ummu Fatimah lebih tinggi kemuliaannya, kemuliaan itu di dapatkan saat menjelang kelahiran.
Memasuki usia lima belas tahun takdir berkata lain. Ibunda Khadijah wafat pada 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, satu bulan lima hari sesudah Abu Thalib meninggal dunia, ibunda Khadijah dimakamkan di Hujun.
Setelah wafatnya ibunda Khadijah, ummu Fatimah di dididik oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Ummu Fatimah anak yang paling cerdas, sempurna dan menikmati kehidupannya.
Ummu Fatimah menyadari bahwa ayahnya telah kehilangan seorang istri yang agung. Ummu Fatimah membantu ayahnya dalam mempersiapkan keperluan keluarga, sehingga ummu Fatimah mendapatkan julukan ummu abiha (ibu bagi ayahnya).
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam selalu menyebutkan nama ummu Fatimah, salah satunya Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam berkata,”Fatimah adalah bidadari yang menyerupai manusia”
Sesungguhnya ummu Fatimah pemimpin wanita dunia dan penghuni surga yang paling utama.
Ummu Fatimah tidak pernah melihat yang bukan mahromnya dan tidak pernah dilihat yang bukan mahromnya.
Wallohu A’lam
Oleh Rahayu Aswinani Siregar