Akhlak

Meninggalkan Ghosob, Tirakat Santri Masa Kini

TSIRWAH INDONESIA – Pesantren memiliki ciri khas tirakat, yaitu suatu usaha mengendalikan hasrat demi terwujudnya hajat. Tirakat bisa dilakukan dalam banyak bentuk, seperti berpuasa, membaca amalan wirid, bersedekah, menghafal, maupun mengaji.

Teruntuk amalan wirid dan puasa, santri biasanya meminta atau mendapat ijazah dari gurunya. 

Ijazah merupakan bentuk pengakuan bahwa guru tersebut memberikan izin kepada santri untuk melakukan tirakat. Ijazah diperlukan untuk menyambungkan keterkaitan sanad dari mana amalan tersebut diperoleh.

BACA JUGA: Sandal Jumatan: Miliknya Hilang, Mengambil Milik Orang Lain

Definisi Tirakat

Terdapat dua pendapat mengenai tirakat:

Pertam, berasal dari kata thoriqoh yang berarti jalan, sebagaimana dikutip dari laman kumparan.com.

Kata tersebut dapat dimaknai bahwa tirakat merupakan seperangkat cara atau jalan untuk mewujudkan sesuatu, seperti keinginan, doa, atau harapan.

Kedua, berasal dari kata taroka yang berarti meninggalkan. Kata tersebut dapat dimaknai sebagai prosesi tirakat yang dilakukan dengan berpuasa beserta menghindari pantangan di dalamnya.

Bahkan dalam sejumlah puasa ada istilah puasa mutih dan puasa ngrowot. Mengutip laman islampos.com, puasa mutih berarti makan dengan nasi putih saja dan minum dengan air putih.

Sedangkan puasa ngrowot, sebagaimana dikutip dari laman islam.nu.or.id, berarti memakan makanan yang bersifat tumbuhan dan menghindari segala makanan yang mengandung hewan.

Di era sekarang ini, tirakat masih lestari di berbagai pesantren. Tetapi, tradisi tirakat tidak seluruhnya diikuti dengan perilaku yang sesuai dengan esensi tirakat.

Permasalahan di Pondok

Permasalahan umum di pesantren adalah kebiasaan goshob. Mengutip laman stai.ac.idghosob adalah istilah santri untuk menggambarkan perilaku mengambil barang orang lain tanpa izin kemudian dikembalikan.

Ghosob tidak bisa dikatakan mencuri dikarenakan santri yang mengambil tidak menyimpan untuk menjadi hak milik. Akan tetapi, terkadang barang yang diambil tidak dikembalikan pada tempat semula.

Kebiasaan tersebut umum dilakukan oleh santri dari waktu ke waktu. Sekalipun tindakan tersebut nampak sederhana, pada kenyataannya cukup merepotkan bagi sebagian santri.

Barang yang menjadi langganan ghosob biasanya adalah sandal. Meski tidak dicuri, sandal yang dighosob sukar untuk kembali bila sudah hilang digoshob oleh santri lain.

Tirakat dengan Tidak Ghosob

Tak jarang juga kasus hilang sandal menimpa wali santri yang sedang mengunjungi anaknya atau tamu dari Kiai sendiri.

Mengutip laman nuonline.com, perilaku ghosob dikalangan santri perlu dirubah, sebab bila tidak dapat menumbuhkan sifat buruk berupa mental korup.

Membangun kesadaran tiap individu akan hak pribadi dan hak orang lain adalah langkah pertama guna mewujudkan pribadi yang anti korupsi.

Begitu juga sebaliknya, pembiaran perilaku goshob hanya akan melahirkan mental korup di kemudian hari. 

Esensi dari tirakat adalah mengendalikan keinginan nafsu dan menerima diri dalam kesederhanaan. Tujuannya supaya santri terbiasa untuk tidak melakukan tindakan yang tidak menjadi kewenangannya.

Urgensinya adalah menyadarkan pada individu santri bahwa ghosob adalah tindakan yang keliru karena memakai hak orang lain tanpa meminta izin.

Wallohu A’lam
Oleh Wildan Syaiful Amri Wibowo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator