Rahmah el-Yunusiyah: sang Perintis Pendidikan Perempuan
TSIRWAH INDONESIA – Rahmah el-Yunusiyah (tanggal lahir: 26 Oktober 1900 Masehi – tanggal wafat: 26 Februari 1969 M), seorang tokoh yang mungkin belum terlalu dikenal secara luas, namun namanya semestinya diukir dengan tinta emas dalam sejarah pendidikan perempuan di dunia Islam.
Lahir di Minangkabau, Sumatra Barat, pada akhir abad ke-19, Rahmah merupakan figur yang memadukan kearifan lokal dengan pemikiran progresif dalam konteks pendidikan perempuan.
Di tengah masyarakat yang saat itu masih sangat konservatif terhadap peran serta pendidikan perempuan, Rahmah berani mematahkan stigma dan membuka jalan bagi pemberdayaan perempuan melalui pendidikan.
BACA JUGA: Biografi Fatima al-Fihri: Muslimah Pendiri Universitas Pertama di Dunia
Pentingnya Pendidikan bagi Perempuan
Mengapa pendidikan perempuan penting. Pertanyaan ini seringkali menjadi retorika yang masih relevan di era modern. Jawabannya terletak pada peran pendidikan sebagai alat pembebasan dan pemberdayaan.
Rahmah el-Yunusiyah dengan tegas menunjukkan bahwa pendidikan perempuan bukan hanya sekedar hak asasi manusia, tetapi juga kunci untuk kemajuan sosial dan ekonomi sebuah masyarakat.
Melalui pendidikan, perempuan tidak hanya diberi kesempatan untuk mengembangkan diri, tetapi juga menjadi agen perubahan dalam keluarga dan masyarakat.
Konsep pendidikan dan pencarian ilmu telah dikemukakan dalam Alquran surat Az-Zumar ayat 9:
أَمَّنْ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ سَاجِدًا وَقَآئِمًا يَحْذَرُ ٱلْءَاخِرَةَ وَيَرْجُوا۟ رَحْمَةَ رَبِّهِۦ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: “Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada azab akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: ‘adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”
Konsep kesetaraan gender telah disebutkan di dalam Alquran surat Al-Hujurat ayat 13:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ ١٣
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
Kedua ayat ini mendukung konsep pemberdayaan perempuan melalui pendidikan serta menekankan pentingnya kesetaraan dan perlakuan adil terhadap semua individu, baik laki-laki maupun perempuan, yang selaras dengan prinsip yang dianut oleh Rahmah el-Yunusiyah.
Kiprah Rahmah el-Yunusiyah
Dalam konteks ini, Rahmah tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pembaru alias pelopor. Ia mendirikan sekolah Diniyah Puteri Padang Panjang pada tahun 1911, lembaga pendidikan pertama di Indonesia khusus untuk perempuan.
Pendirian sekolah ini bukan hanya sekedar pencapaian akademis, tetapi juga langkah revolusioner dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.
Metode pendidikan yang diterapkan Rahmah el-Yunusiyah juga patut mendapat perhatian. Ia tidak hanya fokus pada pendidikan agama, tetapi juga mengintegrasikan pelajaran umum seperti matematika dan sains.
Hal ini menunjukkan pemahamannya yang mendalam tentang pentingnya pendidikan holistik yang menggabungkan nilai-nilai spiritual dengan pengetahuan umum. Ini adalah bentuk awal dari apa yang kita kenal sekarang sebagai pendidikan STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics) yang berorientasi pada pengembangan kemampuan kritis dan kreatif.
Rahmah el-Yunusiyah juga menjadi simbol perpaduan antara nilai-nilai Islam dan feminisme. Melalui pendidikannya, ia menunjukkan bahwa agama dan pemberdayaan perempuan bukan dua hal yang bertentangan. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa dalam konteks Islam, pendidikan perempuan adalah hal yang sangat dianjurkan dan memiliki dasar yang kuat.
Ini merupakan poin penting, mengingat seringkali feminisme dipandang sebagai konsep barat yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam. Rahmah dengan elegan meruntuhkan dinding pemisah antara kedua aspek tersebut, menunjukkan bahwa Islam mendukung kesetaraan dan pemberdayaan perempuan.
Perjuangan Rahmah el-Yunusiyah tidak hanya terbatas pada aspek pendidikan formal. Ia juga aktif dalam gerakan sosial, khususnya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.
Di era ketika perempuan masih sering dikesampingkan dalam diskusi publik, Rahmah berdiri sebagai suara yang lantang, menuntut kesetaraan dan keadilan. Kiprahnya tidak terlepas dari latar belakang Minangkabau yang matriarkal, di mana perempuan memiliki peran penting dalam struktur sosial.
Hal ini memberinya wawasan unik tentang bagaimana masyarakat dapat berkembang jika perempuan diberi ruang dan kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Rahmah el-Yunusiyah juga merupakan contoh bahwa pendidikan perempuan tidak hanya menguntungkan perempuan itu sendiri, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
Melalui pendidikan, perempuan dapat berkontribusi lebih banyak dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya.
Faktanya, banyak studi telah menunjukkan bahwa peningkatan pendidikan perempuan berkorelasi dengan peningkatan kesehatan, pengurangan kemiskinan, dan kemajuan ekonomi pada umumnya.
Namun, perlu diakui bahwa perjuangan Rahmah el-Yunusiyah belum sepenuhnya selesai. Meskipun telah banyak kemajuan, masih banyak tantangan yang dihadapi perempuan dalam pendidikan, baik di Indonesia maupun secara global.
Masih ada ketimpangan akses, bias gender dalam kurikulum, serta hambatan sosial dan ekonomi yang menghalangi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka.
Dalam konteks ini, kisah Rahmah el-Yunusiyah harus menjadi inspirasi dan pengingat bahwa perjuangan untuk pendidikan perempuan adalah perjuangan yang terus menerus.
Ia menunjukkan bahwa perubahan memang mungkin terjadi, tetapi membutuhkan dedikasi, keberanian, dan inovasi.
Warisan Rahmah el-Yunusiyah perlu terus dihidupkan dan dijadikan dasar untuk melanjutkan perjuangan dalam memastikan bahwa setiap perempuan memiliki akses, kesempatan, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk berkembang.
Sebagai penutup, Rahmah el-Yunusiyah bukan hanya seorang tokoh sejarah, tetapi juga simbol dari kekuatan dan potensi perempuan.
Kisah dan perjuangannya harus terus diceritakan, tidak hanya sebagai penghormatan atas apa yang telah ia capai, tetapi juga sebagai sumber inspirasi bagi generasi mendatang. Melalui pendidikan, kita dapat melanjutkan warisannya dan membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah dan berkeadilan bagi semua.
Wallohu A’lam
Oleh dr Dito Anurogo MSc, kandidat doktor di IPCTRM TMU Taiwan