Konsep At-Tartil dalam Alquran, Simak
TSIRWAH INDONESIA – At-Tartil (الترتيل) adalah sebuah konsep dan aturan baku dalam membaca Alquran sejak diturunkannya.
At-Tartil dan al-qira’at mempunyai relasi yang kuat, karena qira’at adalah ragam variasi dalam membaca lafaz-lafaz Alquran.
Sementara Alquran diturunkan dengan tartil, sebagaimana terekam dalam surah Al-Furqan ayat 32, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْاٰنُ جُمْلَةً وَّاحِدَةً ۛ كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا
Artinya: “Orang-orang yang kufur berkata, ‘mengapa Alquran itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?’ demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wassallam) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan, dan benar).”
Alquran tidak boleh dibaca selain dengan tartil, sebagaimana tersirat dalam surah Al-Muzammil ayat 4, Allah SWT berfirman:
اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًا
Artinya: “Atau lebih dari (seperdua) itu. Bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.”
BACA JUGA: Korelasi Ilmu Qira’at dan Al-Qur’an
Makna Tartil
Tartil artinya bacaan yang baik dan benar. Sedangkan membaca Alquran secara tartil, mengutip pendapat Abdul Qayyum As-Sindi adalah membaca Alquran secara perlahan, tenang, mentadaburi (merenungi) makna, memperhatikan hukum tajwid, serta hal ihwal waqaf.
Maka dengan ini, tartil merupakan cara melantunkan kitab Allah SWT yang diturunkan dari-Nya.
Hal ini disebutkan dalam konsep dan penafsiran firman Allah SWT surah Al-Muzammil ayat 4, muncul berbagai narasi dari para ulama, di antaranya:
Pertama, Ibnu Abbas menyebutkan, tartil adalah membaca Alquran dengan jelas dan nyata.
Kedua, Mujahid berkomentar, tartil adalah kehati-hatian dalam membaca Alquran.
Ketiga, Adh-Dhahak menjelaskan, tartil adalah cara membaca Alquran dimulai mengucapkan setiap hurufnya dengan jelas disertai kehati-hatian.
Keempat, Ali bin Abi Thalib berpendapat, tartil adalah:
تَجْوِيْدُ الْحُرُوْفِ وَمَعْرِفَةُ الْوُقُوفِ
Artinya: “Membaguskan bacaan huruf-huruf Alquran dan mengetahui hal ihwal waqaf.”
Urgensi Tartil
Membaca Alquran mempunyai aturan baku sejak diturunkan, sehingga wajar jika Rasulullah SAW pernah ditegur ketika tergesa-gesa untuk menguasai cara membacanya.
Peristiwa ini diabadikan dengan jelas dalam surah Al-Qiyamah ayat 16-18, Allah SWT berfirman:
لَا تُحَرِّكْ بِهٖ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهٖۗ اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهٗ وَقُرْاٰنَهٗ ۚ فَاِذَا قَرَأْنٰهُ فَاتَّبِعْ قُرْاٰنَهٗ ۚ
Artinya: “Jangan engkau (Nabi Muhammad) gerakkan lidahmu (untuk membaca Alquran) karena hendak tergesa-gesa (menguasai)-nya. Sesungguhnya tugas Kamilah untuk mengumpulkan (dalam hatimu) dan membacakannya. Maka, apabila Kami telah selesai membacakannya, ikutilah bacaannya itu.”
Dalam ayat ini terkandung peringatan untuk tidak terburu-buru dalam membaca Alquran, sekaligus petunjuk bagaimana cara mempelajarinya.
Hal ini ditegaskan oleh mayoritas ulama bahwa Alquran hanya dapat dipahami melalui talaqqi dan musyafahah (pembelajaran langsung).
Sebagaimana Rasulullah SAW menerima dan mempelajarinya dari Malaikat Jibril. Tradisi pengajaran Alquran ini digambarkan dalam surah An-Naml ayat 6, Allah SWT berfirman:
وَاِنَّكَ لَتُلَقَّى الْقُرْاٰنَ مِنْ لَّدُنْ حَكِيْمٍ عَلِيْمٍ
Artinya: “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad SAW) benar-benar telah diberi Alquran dari sisi (Allah SWT) yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
Nabi SAW langsung berguru kepada malaikat terekam dalam surah An-Najm ayat 5, Allah SWT berfirman:
عَلَّمَهٗ شَدِيْدُ الْقُوٰى
Artinya: “Yang diajarkan kepadanya oleh (malaikat) yang sangat kuat (Jibril).”
Rasulullah SAW menghimbau agar dalam membaca Alquran dengan bacaan yang tepat dan benar, seperti saat diturunkan, yaitu Hadis dari Ibnu Mas’ud, Nabi SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ بَشَّرَاهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْرَأَ الْقُرْآنَ غَضًّا كَمَا أُنْزِلَ فَلْيَقْرَأْهُ عَلَى قِرَاءَةِ ابْنِ أُمِّ عَبْدٍ
Artinya: “Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Abu Bakar dan Umar memberikan kabar gembira kepadanya, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘siapa senang membaca Alquran dengan benar sebagaimana ketika diturunkan, maka hendaklah ia membaca berdasarkan bacaan Ibnu Ummi ‘Abd,” (HR. Ibnu Majah).
Ibnu Ummi ‘Abd yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah Abdullah bin Mas’ud, karena beliau dianugrahi suara yang indah dan tajwid Alquran yang bagus.
Diketahui juga secara pasti bahwa bacaan Rasulullah SAW mengandung tartil, dalam riwayat lain disebutkan oleh Ummu Salamah menceritakan:
ما روي عن أم سلمة رضي الله عنها أنها نَعَتَتْ قِرَاءَة الرَّسول صلى الله عليه وسلم مُفَسَّرَةً حَرْفًا حَرْفًا
Artinya: “Diriwayatkan dari Ummu Salamah semoga Allah SWT meridhoinya, saat mempraktikkan cara membaca Rasulullah SAW dengan memperjelas huruf perhuruf,” (HR. Abu Daud).
Hukum Tartil
Berdasarkan berbagai paparan ayat Alquran, hadis, dan riwayat di atas, oleh mayoritas ulama pada umumnya dan para qurra (ahli membaca) khususnya, sepakat bahwa membaca Alquran wajib dengan tartil.
Ibnu Al-Jazari menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, Nabi SAW bersabda:
عن ابن مسعود رضي الله عنه يتضح منه وُجُوب التَّجْوِيدِ، قَالَ: جَوِّدُوْا الْقُرْآنَ، وَزِيِّنُوهُ بِأَحْسَنِ الأَصْوَات
Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud semoga Allah SWT meridhoinya menjelaskan kewajiban bertajwid, ia berkata: ‘baguskanlah bacaan Alquran dan hiasilah dengan suara terbaik,” (HR. Abu Daud).
Menurut para ulama Alquran mempelajari ilmu tajwid hukumnya fardhu kifayah, sedangkan mempraktikkannya adalah fardhu ‘ain.
Oleh karenanya, Ibnu Al-Jazari menegaskan di dalam nadzamnya (bait) yang terkenal:
وَالأَخْذُ بالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لاَزِمُ … مَن لَّمْ يُجَوِّدُ الْقُرْءَانَ ءَاثِمُ
Artinya: “Membaca Alquran bertajwid adalah wajib, dan berdosa bagi pembaca yang tidak bertajwid.”
Tingkatan-tingkatan dalam Membaca Alquran
Kondisi setiap orang selalu berbeda dalam melantunkan Alquran. Oleh karena itu, ada tiga tingkatan dalam membaca Alquran sebagai berikut:
Pertama, At-Tahqiq (التحقيق) adalah membaca secara perlahan, tenang, disertai, mentadaburi makna, dan memperhatikan hukum tajwid.
Kedua, Al-Hadr (الحدر) adalah membaca dengan cepat dengan tetap menjaga dan memperhatikan hukum tajwid.
Ketiga, At-Tadwir (التدوير) adalah membaca Alquran di antara at-tahqiq dan al-hadr serta konsisten dalam mempraktikkan hukum tajwid.
Adapun bacaan sirr (pelan) baik dalam sholat maupun tidak, maka dilantunkan seperti tingkatan bacaan di atas disebut dengan az-zamzamah.
Dengan demikian, kalimat tartil mencakup semua tingkatan bacaan. Sebagian ulama menjadikan tartil tingkatan tersendiri sesudah at-tahqiq.
Kesimpulan
Allah SWT memberi rambu-rambu bagi pembaca Alquran untuk tidak membacanya dengan asal baca. Membaca Alquran harus dengan tartil (bertajwid), yaitu tartil yang benar-benar berkualitas, sehingga pahala mengalir dari setiap huruf-hurufnya dan syafaat (pertolongan) yang akan dinikmati nantinya optimal.
Wallohu A’lam
Oleh Anni Kholidah Ritonga