7 Periodisasi Perkembangan Hadits: Lahir, Tumbuh, dan Membumi di Masyarakat
TSIRWAH INDONESIA – Pengertian periodisasi perkembangan hadits dalam buku yang berjudul ‘Ulumul Hadis II’ karya Muhajirin halaman 29, adalah perjalanan hadits dari masa lahir, tumbuh, hingga membumi di masyarakat, yang diklasifikasikan berdasarkan tolak ukur tertentu.
Tolak ukur tersebut bisa berupa waktu, peristiwa, dan lain sebagainya, sehingga dapat diketahui berbagai hal terkait perkembangannya dari masa ke masa.
Dalam kitab sejarah dan perkembangan hadits, para ulama umumnya berbeda pendapat dalam mengadakan periodisasi perkembangan hadits.
Hal tersebut disebabkan karena perbedaan pengelompokan data sejarah yang ada, akibat berlainan dalam peninjauannya.
Salah satu ulama hadits kontemporer dari Indonesia bernama Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, membagi periodisasi perkembangan hadits menjadi tujuh periode.
Berikut ini, tujuh periodisasi perkembangan hadits, dalam buku ‘Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis’ karya Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, halaman 46:
1. Periode Pertama
Perkembangan hadits pada Masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Periode ini disebut ‘Ashr al-Wahyi wa at-Taqwin, yaitu masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat islam.
Pada masa inilah hadits lahir dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan ketetapan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
2. Periode Kedua
Perkembangan hadits pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidiin pada tahun 11 hingga 40 Hijriyah. Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut Wa Al-Iqlal Min Al-Riwayah, yaitu masa membatasi dan menyedikitkan riwayat.
BACA JUGA: Ikhlas dalam Perspektif Hadits: Kunci Sukses dalam Beramal
3. Periode Ketiga
Perkembangan hadits pada masa sahabat kecil dan tabiin. Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar Al-Riwayah Ila Al-Amshar, yaitu masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadits.
Pada masa ini, wilayah islam telah meluas hingga ke Syam, Iraq, Mesir, dan Samarkand. Bahkan pada tahun 95 Hijriyah, islam meluas sampai ke Andalusia (Spanyol).
4. Periode Keempat
Periode ini disebut ‘Ashr Al-Kitabah Wa Al-Tadwin, yaitu masa penulisan dan pembukuan. Maksudnya penulisan dan pembukuan secara resmi, yang diselenggarakan atas inisiatif pemerintah pada saat itu.
Masa pembukuan secara resmi ini, dimulai pada abad kedua hijriah, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibnu Abdul ‘Aziz pada tahun 101 Hijriyah.
5. Periode Kelima
Masa mentashihkan hadits dan penyusunan kaidah-kaidahnya. Pada periode ini, seorang imam hadits yang sangat masyhur bernama Ishaq Ibnu Rahawaih, berhasil menyaring dan membedakan hadits-hadits berkualitas sahih, dari yang palsu dan lemah.
Pada periode ini juga, Imam Al-Bukhari membuat terobosan dengan mengumpulkan banyak hadits dari berbagai daerah. Selama enam tahun Imam Al-Bukhari terus menjelajahi berbagai negeri untuk mempersiapkan kitab sahihnya.
6. Periode Keenam
Periode keenam ini dimulai dari abad keempat hingga tahun 656 Hijriah, yaitu pada masa Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan ‘Ashru At-Tahdib Wa At-Tartibi Wa Al-Istidraqi Wa Al-Jami.
7. Periode Ketujuh
Periode ini adalah masa setelah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ketujuh belas, yaitu khalifah Al-Mu’tasim pada tahun 656 Hijriyah sampai dengan sekarang. Periode ini dinamakan Ahdu As-Syarhi Wa Al-Jami’ Wa At-Takhriji Wa Al-Bahtsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan, dan pembahasan.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama pada masa ini adalah dengan menerbitkannya matan (isi) kitab-kitab hadits, menyaringnya, menyusun kitab takhrij, dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum.
Itulah tujuh periodisasi perkembangan hadits menurut Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, sebagai salah satu ulama hadits kontemporer dari Indonesia.
Ketujuh periodisasi tersebut, memuat perjalanan hadits dari masa lahir, tumbuh, hingga membumi di masyarakat, yang diklasifikasikan berdasarkan tolak ukur waktu, peristiwa, dan lain sebagainya.
Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Muhammad Safari