MuslimahTokoh & Sejarah

Biografi Sayyidah Nafisah Guru Imam Syafi’i, Simak

TSIRWAH INDONESIA – Sayyidah Nafisah atau penyandang nama lengkap Nafisah binti al-Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Ia adalah salah satu ulama perempuan yang sangat masyhur. Terlihat jelas dari namanya, ia adalah cicit dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sayyidah Nafisah lahir di Kota Makkah pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 145 Hijriah. Ketika berusia lima tahun ia dibawa pergi menuju Madinah oleh orang tuanya. 

Ia menjalani hari-hari dengan berziarah ke makam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ayahnya ketika itu adalah seorang gubernur pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur.

Sayyidah Nafisah juga kerap kali berdoa dan berdzikir di Raudhah. Di kota Madinah, Sayyidah Nafisah pergi menimba ilmu kepada beberapa ulama perempuan hingga ia pandai dalam berbagai bidang keilmuan. 

Ia bahkan diberi julukan “Nafisah al-‘Ilm wa karamah ad-darain”, julukan itu mempunyai arti Nafisah sang ulama perempuan dan perempuan mulia di dunia dan akhirat.

Ia juga dijuluki ‘Abidah Zahidah (tekun menjalani ritual dan asketis), bahkan sebagian orang ada yang menyebutnya sebagai wali perempuan.

Selama 30 tahun, ia pergi ke Mekah untuk melaksanakan haji. Hal tersebut, ia jalani sambil berpuasa dan shalat malam.

Saat usianya 44 tahun, ia pergi ke Kairo dan tiba pada tanggal 26 Ramadhan 193 H. Ia di sambut oleh penduduk setempat dengan penuh rasa syukur.

Setiap hari ratusan orang datang untuk menemuinya, mulai dari meminta doa hingga mendengar ilmu maupun nasihat darinya.

Lambat laun karena banyaknya orang yang datang, Sayyidah Nafisah merasa tidak punya waktu untuk khalwah (menyendiri untuk bersama Tuhan). Sampai akhirnya ia berencana untuk kembali lagi ke Madinah.

Mendengar hal itu, penduduk Kairo merasa keberatan dan meminta agar Sayyidah Nafisah untuk tetap tinggal di kota ini.

Tidak lama kemudian, ia bermimpi berjumpa dengan kakeknya, Nabi Muhammad SAW, yang memintanya untuk menetap di sana.

BACA JUGA: Selain Bilal bin Rabah, Berikut 3 Sahabat yang Menjadi Muazin Rasulullah

Lima tahun setelah Sayyidah Nafisah tinggal di Mesir, Imam Syafi’i pun datang ke kota ini. Kemudian, Imam Syafi’i meminta untuk bertemu dengan beliau di rumahnya. Sayyidah Nafisah menyambut ulama itu dengan senang hati.

Keduanya saling mengagumi keilmuan yang dimiliki dan sering melakukan diskusi-diskusi ilmiah serta bersahabat. Ketika Imam Syafi’i berangkat untuk mengajar di Masjid Fustat, ia selalu mampir mengunjungi Sayyidah Nafisah.

Saat Imam Syafi’i sakit, ia selalu meminta doa dari Sayyidah Nafisah dengan mengutus seorang sahabat. Beberapa waktu kemudian, ia kembali sakit parah dan mengutus sahabatnya lagi. 

Berbeda dari sebelumnya, kali ini Sayyidah Nafisah mengatakan, “Matta’ahu Allah bi al-Nazhr Ila Wajhih al-Karim” (Semoga Allah memberinya kegembiraan ketika berjumpa dengan-Nya).

Mengetahui hal itu Imam Syafi’i paham bahwa ajalnya akan segera tiba. Beliau berwasiat kepada muridnya yang bernama Al-Buwaithi, meminta agar ia disholatkan oleh Sayyidah Nafisah ketika ia wafat.

Ketika Imam Syafi’i wafat, ia dibawa ke rumah Sayyidah Nafisah untuk disholatkan.

Seiring berjalannya waktu, usianya terus bertambah dan tenaganya semakin lemah, beliau juga sering sakit. Walaupun seperti itu, ia tetap menjalankan perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala.

Bahkan, menjelang ajalnya pun ia menggali kubur dengan tangannya sendiri dan mengkhatamkan Al-Qur’an di lubang yang telah ia gali.

Saat itu sahabat yang ada di dekatnya melihat ia melafazkan surat Al-An’am, ketika sampai pada ayat 127 sebagai berikut:

لَهُمْ دَارُ السَّلٰمِ عِنْدَ رَبِّهِمْ

Artinya: “Bagi mereka (disediakan) tempat yang damai (surga) di sisi Tuhannya.”

Saat itu pula ruh yang ada di tubuhnya terlepas. Sayyidah Nafisah kembali ke pangkuan Allah pada hari Jumat, 15 Ramadhan tahun 208 H.

Kiai Haji Husein Muhammad menuliskan dalam bukunya yang berjudul Perempuan Ulama di Atas Panggung Sejarah, sebagian nasihat-nasihat Sayyidah Nafisah yang penuh hikmah adalah sebagai berikut:

1. Jika kalian ingin berkecukupan, tidak menjadi miskin, bacalah surat Al-Waqi’ah.

2. Jika kalian ingin tetap dalam keimanan Islam, bacalah surat Al-Mulk.

3. Jika kalian ingin tidak kehausan pada hari dikumpulkan di akhirat, bacalah surah Al-Fatihah.

4. Jika kalian ingin minum air telaga nabi di akhirat, maka bacalah surat Al-Kautsar.

Seperti itulah kisah singkat dari Sayyidah Nafisah. Hal ini, menunjukkan fakta bahwa perempuan dapat menjadi ulama yang bahkan menjadi guru bagi seorang imam besar.

Wallohu A’lam
Oleh Salsabila Azaqi Quri Quraani

Editor: St. Chikmatul Haniah

Aktivis Dakwah, Penulis, Content creator, serta peniti karir akhirat dengan membangun rumah santri virtual melalui media sosial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator