Fiqih & Akidah

Rukhsah dalam Puasa: Kemurahan Allah kepada Umatnya

TSIRWAH INDONESIA – Rukhsah dalam puasa di bulan Ramadhan menjadi sebuah kebutuhan bagi siapa pun yang dalam keadaan darurat. Sekalipun menjadi ibadah wajib, Allah subhanahu wata’ala tetap memberikan keringanan sebagai bentuk kasih sayang kepada hambanya.

Rukhsah secara definitif, diartikan sebagai kemudahan dalam hal ibadah yang diberikan Allah SWT kepada seseorang karena suatu hal yang menyebabkan ia tidak dapat menunaikan ibadah tersebut.

Rukhsah dalam hal sholat ialah dengan menjamaknya. Sementara itu, rukhsah dalam puasa, seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, sebagai gantinya ia wajib mengqadha’ (mengganti puasanya) di luar bulan Ramadhan.

Tulisan ini akan mengulas beberapa kelompok orang yang mendapat rukhsah dalam puasa di bulan Ramadhan. Simak penjelasan berikut:

AL-Hafiz Kurniawan di dalam laman islam.nu.or.id menuliskan tentang enam golongan orang yang mendapat rukhsah dalam puasa. Ia mengutip tulisan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyfiyatus Syaja’ penerbit Maktabah At-Turmusy Litturots halaman 471, berikut kutipannya:

يباح الفطر في رمضان لستة: للمسافر والمريض والشيخ الهرم أي الكبير الضعيف والحامل ولو من زنا أو شبهة ولو بغير آدمي حيث كان معصوما والعطشان أي حيث لحقه مشقة شديدة لا تحتمل عادة عند الزيادي أو تبيح التيمم عند الرملي ومثله الجائع وللمرضعة ولو مستأجرة أومتبرعة ولو لغير آدمي

Artinya: “Diperbolehkan berbuka di siang hari pada bulan Ramadhan kepada enam orang: musafir, orang sakit, tua renta, maksudnya orang tua yang sangat lemah, hamil meskipun (hamil karena sebab) dari hasil berzina atau jimak syubhat (meskipun berzina bukan dengan manusia tetapi ma’shum), orang yang sedang kehausan (sekiranya penderitaan besar menimpanya dengan catatan yang tak tertanggungkan pada lazimnya menurut Az-Zayadi, sebuah kesulitan yang membolehkan orang bertayamum menurut Ar-Romli), perempuan yang sedang menyusui baik itu karena disewa maupun sukarela (sekalipun yang ia susui bukan manusia).

Berdasarkan tulisan tersebut, Imam Nawawi menulis enam golongan orang yang berhak mendapatkan rukhsah dalam puasa: musafir, sakit, tua renta, orang yang sedang kehausan sehingga bila tidak minum dapat membahayakan nyawanya, wanita hamil, dan wanita yang sedang menyusui.

Kurniawan pada artikel tersebut juga menjelaskan, enam golongan tersebut menggambarkan wajah Islam yang tidak memaksa umatnya menjalankan ibadah manakala mereka tidak mampu.

Berdasarkan keenam kelompok di atas, terdapat dua ketentuan meng qadha’ puasa: mengganti puasa di bulan lainnya dan membayar kafarat.

BACA JUGA : Tidur di Bulan Ramadhan Bernilai Ibadah: Meluruskan Keterangan Populer

Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam kitab Fathul Qarib penerbit Al-Qowam menjelaskan:

ومن مات وعليه صيام من رمضان أطعم عنه لكل يوم مد. والشيخ إن عجز عن الصوم يفطر ويطعم عن كل يوم مدا. والحامل والمرضع إن خافتا على أنفسهما: أفطرتا وعليهما القضاء. وإن خافتا على أولادهما: أفطرتا وعليهما القضاء والكفارة عن كل يوم مد وهو رطل وثلث بالعراقي. والمريض والمسافر سفرا طويلا يفطران ويقضيان.

Artinya: “Dan barangsiapa yang meninggal, sedangkan ia memiliki tanggungan puasa di bulan Ramadhan, wajib baginya membayar kafarat satu mud per harinya. Dan orang tua yang tidak kuasa (jompo) berpuasa, boleh berbuka, dan memberi makan tiap harinya satu mud. Orang hamil dan sakit jika mereka takut pada (kesehatan) diri mereka, boleh berbuka dan wajib bagi mereka mengqadha’. Adapun bila mereka takut akan (kesehatan) bayi mereka boleh berbuka dan wajib mengqadha’ serta membayar kafarat tiap harinya satu mud, yaitu setengah kati Irak (atau setara 6 ons). Orang sakit dan orang yang sedang dalam perjalanan yang panjang boleh berbuka dan mengqadha’ puasanya.”

Berdasarkan penjelasan di atas, kelompok yang wajib membayar kafarat ada lima: orang meninggal, sakit, tua renta, wanita hamil, dan menyusui. Maksud dari sakit di sini ialah orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh.

Sementara itu, orang tua renta dalam hal ini tidak memiliki kuasa untuk menunaikan ibadah puasa sebagaimana orang sakit di atas.

Teruntuk wanita hamil dan menyusui boleh tidak puasa di bulan Ramadhan, tetapi ia wajib mengqadha’ dan membayar kafarat. Ketentuan itu dengan catatan apabila keduanya khawatir akan kesehatan dan keselamatan anaknya.

Terdapat empat kelompok yang wajib mengqadha’ puasanya: musafir, orang sakit, wanita hamil, dan wanita menyusui. Musafir yang dalam perjalanan sangat panjang, boleh tidak puasa di kala bulan Ramadhan, dan wajib mengganti puasanya di bulan lain.

Sedangkan orang yang sedang sakit di bulan puasa juga mendapat keringanan yang sama. Namun, sakit tersebut dengan catatan sakit yang dapat sembuh dan mengganti puasanya ketika ia sudah sehat.

Perempuan hamil dan menyusui boleh berbuka (tidak puasa) dan wajib mengqadha’ puasanya apabila keduanya khawatir akan kesehatan dan keselamatan diri mereka sendiri.

Demikian rukhsah dalam puasa menurut ulama fiqih. Keringanan tersebut merupakan bentuk fleksibilitas ajaran islam. Syariat mewajibkan puasa, namun di sisi lain memberikan keringanan bagi orang-orang yang tidak kuasa menjalankannya.

Wallohu A’lam
Oleh Ustadz Muhammad Wildan Saiful Amri Wibowo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator