Alquran & Hadits

Sihir: Imajinasi ataukah Fakta, Begini Penjelasannya dalam Tafsir

TSIRWAH INDONESIA – Persoalan sihir seringkali menjadi perbincangan banyak pihak. Di antara mereka mempertanyakan apakah sihir itu benar adanya ataukah hanya tipuan semata.

Seringkali kita menyaksikan seseorang dapat berjalan di atas air atau terbang di udara. Mengubaht tanah menjadi emas dan semisalnya. Begitu pula praktek perdukunan, menggunakan setan untuk menyantet seseorang.

Mengenai hal tersebut, para ulama tafsir telah lama memperbincangkan ada atau tidaknya sihir. Apakah dia dapat memberikan pengaruh terhadap orang lain dan lain sebagainya.

Syeikh Ali As-Shobuni dalam tafsirnya, Rawai’ul Bayan menjelaskan bagaimana perbedaan pendapat di antara ulama terkait sihir. Beliau merinci jawabannya pada dua pendapat sebagaimana berikut.

1. Jumhur ulama dari kalangan Ahlussunnah berargumen bahwa sihir itu nyata dan dapat berefek. Dalil yang mereka gunakan tercantum di bawah ini.

a. Surah Al-A’raf ayat 116:

سَحَرُوْٓا اَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجَاۤءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ

Artinya: “Mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan mereka takut. Mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan).”

b. Surah Al-Baqarah ayat 102:

فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهٖ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهٖ

Artinya: “Maka, mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dan istrinya.”

c. Surah Al-Baqarah ayat 102:

 وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهٖ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ

Artinya: “Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan (sihir)-nya, kecuali dengan izin Allah.”

d. Surah Al-Falaq ayat 4:

وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ

Artinya: “Dari kejahatan perempuan-perempuan (penyihir) yang meniup pada buhul-buhul (talinya).

Dalil pertama menerangkan kebenaran adanya sihir.

Sedangkan dalil kedua, mengatakan bahwa sihir merupakan sesuatu yang nyata karena dapat menjadi wasilah memisahkan antara suami dengan istrinya. Adanya perseteruan dan permusuhan di antara keduanya menjadi bukti bahwa sihir adalah hal yang nyata.

Sementara, dalil ketiga menyebutkan unsur mudarat yang ditimbulkan dari sihir. Akan tetapi, semuanya terjadi dengan kehendak Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun dalil terakhir, memaparkan besarnya bahaya sihir sehingga manusia diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari keburukan sihir.

Jumhur ulama juga memperkuat argumen mereka dengan sebuah riwayat yang menceritakan bahwa seorang Yahudi pernah menyihir Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Akibat sihir itu beiiau menderita sakit beberapa hari. Kemudian Jibril mendatanginya seraya memberitahukan nabi, sebagaimana dijelaskan dalam hadis yang tercantum dalam kitab Sunan An-Nasa’i berikut ini:

إن رجلا من اليهود سحرك، عقد لك عقدا في بئر كذا وكذا

Artinya: “Sungguh, seorang Yahudi telah menyihirmu, dia membuat simpulan (ikatan) yang diletakkan di sumur (ini),” (HR An-Nasa’i).

Setelah itu, nabi mengirim utusan untuk segera mengambil simpulan tersebut kemudian melepaskannya. Lalu, nabi pun sembuh dari penyakitnya.

2. Kalangan Mu’tazilah dan sebagian dari Ahlussunnah berpandangan bahwa sihir bukanlah nyata. Ia hanyalah tipuan, khayalan, dan ketangkasan para pesulap saja.

Beberapa dalil yang dijadikan argumen oleh mereka sebagai berikut.

a. Surah Al-A’raf ayat 116:

سَحَرُوْٓا اَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوْهُمْ وَجَاۤءُوْ بِسِحْرٍ عَظِيْمٍ

Artinya: “Mereka menyihir mata orang banyak dan menjadikan mereka takut. Mereka memperlihatkan sihir yang hebat (menakjubkan).”

b. Surah Taha ayat 66:

يُخَيَّلُ اِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ اَنَّهَا تَسْعٰى

Artinya: “Mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia (ular-ular itu) merayap cepat karena sihir mereka.”

c. Surah Taha ayat 69:

وَلَا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ اَتٰى

Artinya: “Tidak akan menang penyihir itu, dari mana pun ia datang.”

Dalil pertama menunjukkan bahwa sihir hanya bersifat ilusi (tipuan mata), dalil kedua menguatkan bahwa sihir merupakan khayalan. Sedangkan ayat ketiga menyebutkan bahwa sihir tidak mungkin akan pernah menang.

Ali Ash-Shobuni mentarjih antara dua pendapat tersebut. Menurutnya, pendapat jumhur yang lebih kuat. Ia beralasan seandainya sihir itu bukan nyata tentu Al-Qur’an tidak memerintahkan untuk berlindung dari keburukan para penyihir seperti dalam surah Al-Falaq ayat 4.

Al-Qurtubi dalam tafsirnya, Jami’ li Ahkam Al-Qur’an juga berpendapat sama sebagaimana berikut.

وَلَقَدْ شَاعَ السِّحْرُ وَذَاعَ فِي سَابِقِ الزَّمَانِ وَتَكَلَّمَ النَّاسُ فِيهِ، وَلَمْ يَبْدُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَلَا مِنَ التَّابِعِينَ إِنْكَارٌ لِأَصْلِهِ  

Artinya: “Sungguh sihir telah tersebar luas dari dulu kala dan sudah banyak dibicarakan orang. Tidak tampak pengingkaran dari sahabat dan tabi’in terhadap keaslian sihir.”

Perlu digaris bawahi pula, sihir yang terjadi lewat perantara setan juga memiliki efek dan mudarat. Namun, semuanya tidak akan terjadi kecuali atas izin Allah SWT. Dia-lah sebab dari segala hal yang terjadi. Atas kehedak-Nya semua yang diinginkannya berlaku.

Wallohu A’lam
Oleh Muhammad Izharuddin

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator