Pentingnya Refleksi Diri Orang Tua dalam Pengasuhan Anak
TSIRWAH INDONESIA – Setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam mengasuh anak. Sayangnya, banyak individu terfokus pada teknik dan strategi yang efektif, namun sering mengabaikan pentingnya refleksi diri.
Buku The Emotionally Intelligent Parent oleh Lawrence J. Cohen, menjelaskan bahwa kesadaran diri dan kemampuan untuk merefleksikan perilaku serta motivasi pribadi, merupakan fondasi dari pola pengasuhan yang sadar dan efektif.
Islam sendiri menganjurkan refleksi diri (muhasabah) sebagai bagian penting dari kehidupan seorang Muslim. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Qur’an surah Al-Hasyr ayat 18:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).“
Ayat ini menjadi pengingat kuat bahwa setiap tindakan, termasuk dalam mendidik anak, perlu orang tua renungkan dan perhitungkan dengan penuh tanggung jawab.
Alasan Pentingnya Muhasabah dalam Islam
Muhasabah diri menjadi penting karena orang tua membawa serta pengalaman masa lalu, nilai-nilai budaya, dan kebiasaan emosional mereka dalam proses pengasuhan.
Tanpa muhasabah, pola lama yang tidak efektif atau bahkan merusak, akan tetap menjadi adopsi orang tua dalam pengasuhan. Sehingga, hal ini dapat berdampak pada perkembangan anak.
Orang tua yang tumbuh dalam lingkungan otoriter mungkin cenderung meniru gaya tersebut dalam mengasuh anak. Sehingga, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap perkembangan emosional anak.
Islam sangat menekankan pentingnya memperbaiki diri terlebih dahulu, sebelum memperbaiki orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setiap anak memiliki wataknya masing-masing, caranya merespon sesuatu bisa jadi akan berbeda. Tugas orang tua adalah merenungkannya.
Manfaat Refleksi Diri bagi Orang Tua
Refleksi diri menjadi sarana orang tua melakukan evaluasi diri, serta menilai apakah cara mengasuhnya sudah sesuai dengan perintah Allah SWT dan ajaran Rasulullah SAW. Berikut adalah manfaat dari refleksi diri:
- Peningkatan regulasi emosi. Orang tua yang menyadari kondisi emosionalnya cenderung lebih tenang saat menghadapi konflik dengan anak.
- Hubungan yang lebih kuat. Kesadaran diri meningkatkan empati dan kemampuan mendengarkan, yang memperkuat ikatan antara orang tua dan anak.
- Pengasuhan yang konsisten dan terarah. Orang tua yang memiliki misi dan panduan nilai, maka dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan tidak mudah terbawa emosi.
- Pembelajaran berkelanjutan. Refleksi membuka ruang untuk pertumbuhan pribadi. Orang tua menyadari bahwa mereka juga sedang belajar, dan kesalahan bisa menjadi peluang untuk memperbaiki diri.
BACA JUGA||Pentingnya Komunikasi Efektif dalam Relasi Orang Tua dan Anak
Contoh Praktis Refleksi Diri dalam Kehidupan Sehari-hari
Menurut huckleberrycare.com, beberapa cara praktis berikut dapat orang tua terapkan, sebagai bentuk refleksi diri dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
- Menulis jurnal pengasuhan: Luangkan waktu setiap minggu untuk menulis tentang tantangan yang dihadapi, reaksi emosional yang muncul, dan hal-hal yang bisa orang tua perbaiki.
- Mengajukan pertanyaan diri: Setelah interaksi sulit dengan anak, tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang sebenarnya saya rasakan tadi?”, “Apa yang saya harapkan dari anak saya?”, dan “Adakah cara lain yang lebih baik untuk merespons?”
- Membuat pernyataan misi pribadi: Contohnya, “ Saya ingin menjadi orang tua yang sabar, mendukung, dan mendorong kemandirian anak.”
- Melibatkan pasangan atau komunitas: Diskusi dengan pasangan atau sesama orang tua bisa membantu mendapatkan perspektif baru tentang pola yang tidak terlihat.
Islam juga sangat menganjurkan introspeksi harian, sebagaimana Sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَ تَزَيَّنُوا لِلْعِرْضِ الْأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Hisablah dirimu sebelum amalmu dihisab dan persiapkanlah dirimu untuk menghadapi hari di mana semua makhluk dihadapkan kepada Allah, sungguh hisab terasa ringan di hari kiamat, bagi orang-orang yang gemar mengoreksi dirinya di dunia.“
Prinsip ini sangat selaras dengan gagasan refleksi diri dalam pengasuhan, sebuah usaha sadar untuk memperbaiki diri, sebagai bentuk tanggung jawab kepada Allah SWT dan kepada anak-anak yang Allah SWT titipkan.
Cohen menegaskan, “Anak-anak tidak membutuhkan orang tua yang sempurna, tetapi mereka membutuhkan orang tua yang sadar.” Rasa sadar inilah yang nantinya menjadikan orang tua bijak dalam membimbing dan mendukung perkembangan emosional serta sosial anak.
Orang tua yang melakukan muhasabah diri tidak hanya membentuk anak yang berkualitas, tetapi juga membentuk diri menjadi pribadi yang lebih matang dan penuh kasih.
Wallahu A’lam
Oleh Nartati