Tidak Akan Hasil Ilmu Seseorang, Kecuali dengan 6 Syarat
TSIRWAH INDONESIA – Menuntut ilmu bukan hanya suatu keharusan, tetapi sudah menjadi suatu kewajiban bagi seorang Muslim selama hidupnya, sebagaimana orang Arab katakan:
اُطلبُ العلمَ من المهدِ الى الهدِ
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari mulai lahir hingga akhir hayat.”
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengkaruniakan dan menganugerahkan akal kepada manusia, seperti halnya jasmani.
Akal juga membutuhkan makanan atau asupan berupa ilmu, baik itu ilmu pengetahuan maupun ilmu agama.
Ilmu itu sangat penting. Maka dari itu, jika dibandingkan antara ahli ibadah dengan ahli ilmu, lebih baik ahli ‘ilmu.
Ini dikarenakan jika seseorang beribadah tanpa dilandasi ilmu, maka amal tersebut tidak akan diterima. Syekh Ibnu Ruslan menyatakan:
و كلُ بغيرِ علمٍ يملونَ عملُهُ مردودةٌ لاتُقبَلُ
Artinya: “Barang siapa yang beramal tanpa ilmu akan ditolak, yakni tidak diterima.”
Sebanyak apapun seseorang dalam beramal, jika tanpa diiringi atau dilandasi dengan ilmu, maka akan sia-sia. Maka dari itu, tuntutlah ilmu walau sesusah apapun kamu dalam menuntutnya.
Ilmu tidaklah bisa didapat kecuali dengan enam syarat, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Ta’limul Muta’alim karangan Syekh Az-Zarnuji:
ألا لاتنَال العلمِ الا بستةٍ سأُنبِيكَ عن مجمُو عِهَا بِبيا نٍ، ذكاء، و حرص، واصتبار، و بُلغةٍ، وإرشادِ أُستادٍ، وطولِ زمانٍ
Artinya: “Tidaklah ilmu didapat kecuali dengan enam syarat yang akan disampaikan, yaitu: Dzaka (kecerdasan), Hirsh (kemauan atau tekad), Istibaar (kesabaran), Bulghatin (bekal), Irsyadi ustadzin (petunjuk guru), dan Thulul zaman (waktu yang panjang).”
6 Syarat Supaya Hasil Ilmu
1. Dzaka (Kecerdasan)
Hendaklah seorang penuntut ilmu memiliki kecerdasan. Melalui kecerdasan, ia akan dengan mudah mengetahui dan memahami ilmu yang disampaikan oleh gurunya.
Namun dalam hal ini kecerdasan bukan hanya tentang IQ (Intelligence Quotient), tetapi kecerdasan yang dimaksud adalah berakal sehat.
Kecerdasan menjadi syarat pertama bagi seorang thalib (penuntut ilmu) dalam menuntut ilmu.
Oleh sebab itu, kecerdasan di sini bukanlah orang yang memiliki IQ tinggi atau berketerampilan hebat, tetapi setiap orang yang telah diberi akal pikiran oleh Allah SWT.
2. Hirsh (Kemauan atau Tekad)
Seorang penuntut ilmu harus memilki kemauan dan tekad yang kuat yang akan meneguhkan setiap langkahnya dalam penatnya menuntut ilmu.
Hal ini dapat menumbuhkan semangat dan juga motivasi dalam dirinya untuk terus berusaha memahami, mendalami, dan menggali ilmu yang dikajinya.
Baca Juga: 7 Keutamaan Menuntut Ilmu, Poin 6 Paling Ditunggu, Simak
3. Ishtibaar (Kesabaran)
Seorang penuntut ilmu itu harus memiliki kesabaran yang ekstra, utamanya bagi mereka yang belajar di pondok.
Tidak sedikit di antara mereka yang kerap merasakan lelah, susah dan penatnya belajar di tengah waktu istirahat yang minim.
Sejatinya, belajar tidak cukup hanya dengan satu atau dua kali langsung mengerti, melainkan ada beberapa tahapan yang harus dijalani dan ditempuh agar benar paham.
Perumpamaan orang yang mengetuk pintu. Jika secara terus menerus pintu itu diketuk walau tertutup rapat sekali pun.
Maka pintu itu akan terbuka dan orang tersebut dapat memasukinya, begitu halnya dengan ilmu.
Hal ini sesuai dengan salah satu keterangan dalam kitab Ta’lim Muta’alim halaman 25:
و مَن قرعَ البابَ ولجَّ ولجَ
Artinya: “Dan barang siapa yang mengetuk secara terus menerus, maka orang tersebut akan masuk.”
4. Bulghatin (Bekal atau Biaya)
Syarat keempat ini merupakan sarana pendukung seorang penuntut ilmu dalam setiap prosesnya, yaitu bekal atau biaya.
Meski syarat ini bukanlah syarat utama, tetapi dengan adanya syarat ini dapat membantu seorang thalib untuk memenuhi kebutuhannya.
Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan bagi seorang penuntut ilmu yang kurang mampu dalam segi bekal dan biaya, namun berhasil karena kesusungguhan yang dimilikinya.
Hal ini dikarenakan adanya biaya bukanlah hal yang utama, dan Allah SWT pasti akan menolong dan membukakan jalan bagi setiap hamba-Nya, termasuk thalib ini.
5. Irsyadu Ustadzin (Petunjuk Guru)
Pada zaman sekarang yang serba instan, ilmu dapat dicari dengan mudah dari berbagai sumber, seperti internet.
Namun terkait pemahaman, seorang penuntut ilmu tetap membutuhkan sosok guru untuk meluruskan apa yang kurang dipahaminya.
Perlu kita ketahui bahwa ilmu agama tidak seperti halnya ilmu matematika, fisika, dan biologi yang bisa dikupas tuntas dengan rumus.
Akan tetapi ilmu agama juga tentang transfer akhlak, moral, dan akidah yang akan menjadi pegangan dalam hidupnya.
Oleh karena itu, dalam penerapannya, seorang penuntut ilmu tentu memerlukan sosok guru untuk dijadikannya teladan atau contoh konkret dalam penerapan ilmu tersebut.
Silsilah atau asal usul ilmu dari guru juga penting untuk diperhatikan.
Apabila seorang penuntut ilmu belajar pada orang yang tak memiliki sanad, ia akan mendapatkan ilmu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan keshahihannya.
6. Thulul Zaman (Waktu yang Panjang)
Panjangnya masa (waktu) menjadi salah satu syarat yang tidak bisa dihindarkan, karena menuntut ilmu bukan tentang cepat dan instan.
Akan tetapi tentang perjalanan yang akan menuntun seorang penuntut ilmu untuk sampai pada pemahaman dan penerapan ilmu tersebut.
Selain dari pengamalan dalam kehidupan sehari-hari, dengan menuntut ilmu juga diharapkan dapat mengantarkan seorang penuntut ilmu pada keridaan Allah SWT.
Demikian enam syarat agar kita dapat memperoleh ilmu, semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap jalan kita dalam menuntut ilmu.
Wallohu A’lam
Oleh Sopi Sopiah