Fiqih & Akidah

Ulama 4 Mazhab, Bahas Tuntas Hukum Badal Haji

TSIRWAH INDONESIA – Bulan Dzulhijjah merupakan bulan istimewa dari beberapa bulan hijriah lainnya, pada bulan ini terdapat keutamaan di antaranya termasuk satu dari empat bulan (haram) lainnya.

Dalam kitab Zaadul Maysir dinamakan bulan (haram) merujuk pada dua makna yaitu pada bulan tersebut dilarang untuk melakukan pembunuhan dan diutamakan untuk melakukan ketaatan, karena setiap amal manusia baik atau buruk akan dilipat gandakan nilainya dibanding bulan-bulan lainnya.

Selain termasuk bulan (haram), dalam bulan Dzulhijjah terdapat dua amalan khusus yang diperintahkan, di antaranya amalan kurban dan ibadah haji ke Baitullah.

Ibadah haji wajib bagi setiap muslim yang mampu, namun pada suatu kondisi seseorang terkendala untuk menunaikannya, problema ini sering menjadi pertanyaan masyarakat, apakah boleh membadal haji orang tersebut.

Syariat Islam tentang Badal Haji

Pada zaman Rasulullah shalallahu alaihi wassalam datang seorang perempuan bertanya kepada beliau tentang menggabungkan ibadah haji. Kasus ini dijelaskan dalam hadis Al-Fadhl bin Abbas:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم. فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ، فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم -يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا، لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Al-Fadhl bin Abbas menjadi pengawal Rasulullah saw. Lalu datang perempuan dari Khats’am (salah satu kabilah dari Yaman). Sontak Al-Fadli memandang perempuan itu, dan perempuan itu pun memandangnya. Seketika itu pula Nabi saw memalingkan wajah Al-Fadhli sisi lain (agar tidak melihatnya).’ Lalu perempuan itu berkata: ‘Wahai Rasulullah, sungguh kewajiban haji dari Allah kepada hamba-hambanya telah menjadi kewajiban bagi ayahku saat ia tua renta dan tidak mampu berkendara. Apakah aku boleh berhaji sebagai ganti darinya?’ Rasulullah SAW menjawab: ‘Ya.’ Peristiwa itu terjadi dalam haji Wada,” (HR Muttafaq ‘Alaih).

Berdasarkan hadis ini ulama menyimpulkan dalam membadal haji terdapat empat ketentuan:

a. Tidak sah menghajikan orang secara fisik kuat namun finansial lemah.

b. Sah untuk orang yang lemah fisik, dan tidak berpeluang untuk sembuh, atau orang yang sudah meninggal.

c. Yang membadalkan haji adalah orang yang sudah pernah haji.

d. Tidak boleh membadal haji dua orang dalam satu waktu.

e. Orang yang dibadalkan sudah mampu secara finansial, sehingga badal hajinya menggunakan harta orang tersebut.

Tanggapan Ulama 4 Mazhab Seputar Badal Haji

Badal haji yaitu kegiatan menghajikan orang yang telah meninggal tetapi belum berhaji atau seseorang yang tidak mampu melaksanakan haji secara fisik disebabkan udzur.

Menurut Mazhab Hanafi kegiatan seperti ini dihukumi boleh, maksudnya seseorang yang tidak sanggup untuk menunaikan ibadah haji maka ia boleh menyuruh orang lain untuk menggantikan ibadah hajinya atas namanya.

Hal ini hanya berlaku untuk orang yang sakit parah, tidak ada harapan untuk sembuh atau orang yang menderita buta dan lumpuh. Pendapat lainnya yaitu Mazhab Maliki menurutnya badal haji hukumnya tidak boleh, sebab tidak ada kewajiban haji bagi seseorang yang tidak mampu baik fisik atau finansial.

Jadi, tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk berhaji meskipun ia mampu dalam harta, sehingga jika ia melakukan pengupahan terhadap kewajiban hajinya maka hukumnya tidak sah.

Selain itu menurut Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali bahwa badal haji boleh untuk mereka yang lemah karena sakit atau usia lanjut dengan syarat orang yang dibadalkan belum pernah berhaji.

Kesimpulannya:

Berdasarkan empat mazhab fiqih, hukum badal haji terdapat dua pendapat, Mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali membolehkan tetapi Mazhab Maliki hukum badal haji tidak boleh.

Wallohu A’lam
Oleh Rahmiwati Abdullah

Penulis: Rahmiwati Abdullah, S.Pd

Content Writer, Aktivis Dakwah, Alumni Pesantren Maskanul Huffadz, Alumni Universitas Negeri Padang. "Mengembara cinta Allah lewat tulisan"

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator