Fiqih & Akidah

2 Golongan Wanita yang Tidak Boleh Dinikahi, Simak Penjelasannya

TSIRWAH INDONESIA – Pernikahan merupakan ikatan mulia yang menyatukan dua insan untuk hidup bersama dan meraih ketentraman bersama. Namun, banyak yang belum tau bahwa Islam juga mengatur bahwa ada golongan wanita yang tidak boleh dinikahi seorang laki-laki, inilah yang disebut dengan mahram. 

Seorang muslim harus memahami siapa saja golongan wanita yang tidak boleh dinikahi, karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan masalah muamalah lainnya terhadap lawan jenis, seperti batasan aurat dan berjabat tangan.

Dikutip dari buku Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, istilah mahram berasal dari makna haram yang artinya sesuatu terlarang dan tidak boleh dilakukan. Adapun secara istilah, mahram adalah para wanita yang diharamkan untuk dinikahi, baik karena faktor keturunan, pernikahan dan persusuan.

Lantas, siapa saja perempuan yang termasuk mahram bagi seorang laki-laki, simak selengkapnya.

Perempuan yang termasuk mahram dan tidak boleh dinikahi dapat dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu  mahram mu’abbad dan mahram mu’aqqat. Golongan perempuan tersebut dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 23:

 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ 

Artinya: “Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan dalam perkawinan dua perempuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Mahram mu’abbad merupakan golongan wanita yang tidak boleh dinikahi untuk selamanya, bagaimanapun situasi dan keadaannya. Mahram mu’abbad dapat terjadi karena tiga sebab, yaitu karena ikatan kekerabatan (nasab), ikatan pernikahan (mushaharah) dan hubungan persusuan (radha’ah).

Pertama, perempuan yang tidak boleh dinikahi karena adanya ikatan kekerabatan (nasab) ada tujuh, yaitu ibu, anak perempuan, saudari, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari saudari perempuan, saudari ayah, dan saudari ibu. 

Kedua, perempuan yang tidak boleh dinikahi karena adanya ikatan pernikahan (mushaharah) ada empat, yaitu ibu tiri, menantu, mertua, dan anak tiri. 

Ketiga, perempuan yang tidak boleh dinikahi karena adanya hubungan persusuan (radha’ah) ada tujuh, yaitu ibu yang menyusui, saudari persusuan, anak perempuan saudara laki-laki persusuan, anak perempuan saudari perempuan persusuan, bibi persusuan (saudari persusuan ayah), saudari persusuan ibu, dan anak perempuan persusuan (yang pernah disusui oleh isteri).

Mahram mu’aqqat merupakan golongan wanita yang tidak boleh dinikahi untuk pada waktu waktu yang terbatas, karena situasi atau keadaan tertentu. Perempuan yang tergolong mahram muaqqat menjadi halal dinikahi apabila situasi atau keadaan tersebut hilang.

Di antara beberapa perempuan yang termasuk dalam golongan ini antara lain:

Seorang laki-laki tidak boleh menikah dengan seorang perempuan sekaligus menikahi saudaranya dalam waktu bersamaan, baik bersaudara karena nasab maupun bersaudara karena persusuan, baik dalam satu akad maupun dalam akad yang berbeda. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 23:

 وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ

Artinya: “Jangan pula menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.”

Jika pernikahannya dilakukan dalam satu waktu, maka batallah pernikahan keduanya. Namun, jika pernikahannya dilakukan dalam waktu yang kedua, maka batallah pernikahan yang kedua. Kecuali jika perempuan yang pertama meninggal atau setelah dicerai lalu habis masa iddahnya, maka saudara perempuanya boleh dinikahi.

Seorang laki-laki tidak boleh menikah dengan seorang perempuan sekaligus menikahi bibinya dalam waktu bersamaan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 لاَ يُجْمَعُ بَيْنَ المَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا، وَلاَ بَيْنَ المَرْأَةِ وَخَالَتِهَا 

Artinya: “Tidak boleh menggabungkan antara seorang wanita dengan bibinya, baik bibi dari ayah maupun dari ibu (dalam satu ikatan pernikahan yang sama),” (HR Bukhori).

Perempuan yang telah bersuami tidak boleh untuk dinikahi. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 24:

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.”

Perempuan golongan ini tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai menjadi istri dari laki-laki lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 230:

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.”

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 221:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik (non Islam), sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.”

Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menikahi perempuan ahli kitab dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 5:

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan menikahi) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.”

Namun, harus dipahami bahwa yang dimaksud dengan perempuan ahli kitab di sini ialah ahli kitab yang masih murni tauhidnya. Adapun zaman sekarang, hampir dipastikan sudah tidak ada ahli kitab yang dimaksud tersebut, karena kitab-kitab mereka telah mengalami banyak perubahan dan tidak murni lagi. 

Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah Al-Mumtahanah ayat 10:

فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

Artinya: “Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”

Demikianlah penjelasan singkat mengenai dua golongan wanita yang tidak boleh dinikahi oleh seorang laki-laki. 

Wallohu A’lam
Oleh Abdul Rahman Ramadhan

Editor: Dewi Anggraeni, S.Hum

Aktivis dakwah, jurnalis, interpersonal skill, tim work, content creator, dan emotional management.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator