5 Hal Tentang Muawiyah bin Abi Sufyan yang Jarang Diketahui
TSIRWAH INDONESIA – Muawiyah bin Abi Sufyan merupakan salah satu tokoh sejarah yang terkenal sebagai pendiri Dinasti Umayyah. Masa kekuasaannya dimulai setelah masa pemerintahan khulafaur rasyidin selesai.
Banyak simpang siur mengenai tokoh ini. Seringkali, Muawiyah bin Abi Sufyan diceritakan sebagai sosok yang kurang baik karena dituduh haus akan kekuasaan.
Hal ini terjadi karena sejarah merupakan ilmu yang subjektif, sehingga dalam penulisannya banyak terdapat interpretasi dari banyak pihak.
Untuk mengurangi banyaknya praduga tentang khalifah pertama Dinasti Umayyah ini, berikut lima hal tentang Muawiyah bin Abi Sufyan yang jarang diketahui:
Sahabat Nabi Penulis Wahyu
Melansir buku Tarikh Khulafa karya Imam As-Suyuthi, nama lengkapnya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Beliau masuk Islam saat Fathu Makkah. Namun, ada yang mengatakan juga bahwa beliau masuk Islam pada masa umrah qadha.
Muawiyah merupakan salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia. Imam As-Suyuthi menyebutkan bahwa Muawiyah merupakan sosok yang keislamannya baik, serta menjadi salah seorang penulis wahyu. Beliau meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW sebanyak 163 hadis.
Fakta Dibalik Perang Shiffin
Muawiyah seringkali digambarkan sebagai sosok yang ingin merebut kekuasaan. Spekulasi ini mencuat setelah terjadinya perang Shiffin, perang yang terjadi antara Muawiyah dan Ali bin Abi Thalib.
Namun, perlu diketahui bahwa perang ini bukanlah perang perebutan kekuasaan seperti yang selalu diceritakan dalam beberapa narasi sejarah.
Saat Ali diangkat menjadi khalifah, Muawiyah dan penduduk Syam tidak segera membaiat Ali. Hal ini karena Muawiyah menginginkan agar pembunuh Utsman bin Affan segera diadili. Namun, Ali memilih untuk menunda hal itu karena ingin terlebih dahulu menyelesaikan baiat.
Setelah melakukan banyak perundungan dan titik temu, akhirnya perang tidak bisa dihindari. Melansir buku Meneladani Kepemimpinan Khalifahkarya Abdullah Munib El-Basyiry, dikatakan bahwa sesungguhnya antara Ali dan Muawiyah tidak ada yang mempersoalkan ihwal jabatan kekhalifahan.
Kemudian, di balik perang ini terdapat kelompok Saba’iyah yang menginginkan adanya konflik antara Muawiyah dan Ali.
Perang ini diakhiri dengan peristiwa tahkim yang damai. Hasil musyawarah pada tahkim tersebut adalah Ali membawahi Irak dan penduduknya, Muawiyah membawahi Syam dan penduduknya, serta tidak ada penggunaan senjata.
Perjanjian ini berlaku selama satu tahun. Setelah itu, perjanjian bisa diperpanjang atau dibatalkan. Hasil ini juga berarti bahwa Muawiyah tidak perlu membaiat Ali, dan Ali tidak perlu menghukum pembunuh Usman segera.
Sistem Monarki Pertama dalam Islam
Sistem pemerintahan yang dianut Bani Umayyah dan kekhalifahan Islam setelahnya adalah sistem monarki. Muawiyah merupakan orang pertama dalam Islam yang mewasiatkan kekuasaanya kepada anaknya, Yazid bin Muawiyah.
Muawiyah menunjuk penggantinya sebelum wafat karena bermaksud mengikuti sunah Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Namun, cara yang dilakukan Muawiyah sedikit berbeda.
Hal itu pun banyak menimbulkan ketidaksetujuan dari beberapa pihak, contohnya seperti dari Abdurrahman bin Abu Bakar, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Zubair.
BACA JUGA: Penaklukan Romawi: Perang Terakhir Rasulullah SAW yang Terjadi pada Bulan Rajab
Sosok Pemimpin yang Pintar dan Sabar
Imam As-Suyuthi menyebutkan bahwa Muawiyah merupakan seseorang yang memiliki kepintaran dan kesabaran. Melansir buku Tarikh Khulafa, Al-Maqbari berkata, “Kalian sangat kagum kepada kaisar Persia dan Romawi namun kalian tidak memperdulikan Muawiyah! Kesabarannya dijadikan sebuah pepatah.”
Muawiyah merupakan pemimpin yang banyak melakukan pembangunan dalam pemerintahannya. Pada masa kekuasaannya, Islam melakukan banyak ekspansi ke berbagai daerah. Selain itu, Muawiyah juga melakukan pembagian sistem lembaga dalam pemerintahan.
Muawiyah adalah pemimpin Islam pertama yang memberlakukan sistem kantor pos dan stempel dalam pemerintahannya. Stempel ini diberlakukan untuk menghindari keculasan orang yang tidak bertanggung jawab, khususnya perihal pengelolaan anggaran.
Pandangan Tentang Muawiyah
Melansir buku Tarikh Khulafa, berikut beberapa pandangan tentang Muawiyah bin Abi Sufyan:
Rasulullah SAW pernah bersabda dalam suatu hadis, “Ya Allah ajarilah Muawiyah Al-Qur’an dan hisab serta lindungilah dia dari azab,” (HR. Ahmad)
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي عَمِيرَةَ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِمُعَاوِيَةَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ
Artinya: “Dari Abdurrahman bin Abi ‘Amîrah -ia termasuk sahabat Nabi SAW- dari Nabi SAW bahwa beliau berdoa untuk Mu’awiyah: ‘Ya, Allah! Jadikanlah ia (Mu’awiyah) orang yang memberi petunjuk, orang yang diberi petunjuk, dan berilah petunjuk (kepada manusia) dengan sebab dia.’” (HR. Ahmad)
Muawiyah merupakan seorang yang tinggi, tampan, dan karismatik. Suatu ketika, Umar bin Khattab melihatnya dan berkata, “Dia adalah kaisar Arab.”
Mengenai pemerintahan Muawiyah, Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Janganlah kalian membenci pemerintahan Muawiyah. Sebab andai kalian kehilangan dia, niscaya akan kalian lihat beberapa kepala lepas dari lehernya (peperangan).”
Seorang ulama besar dan ahli sejarah, Imam Adz-Dzahabi pernah berkata tentang Muawiyah, “…Muawiyah menjadi khalifah selama dua puluh tahun, tidak ada pemberontakan dan tidak ada yang menandinginya dalam kekuasaannya. Tidak seperti para khalifah yang datang setelahnya. Mereka banyak yang menentang, bahkan ada sebagian wilayah yang menyatakan melepaskan diri.”
Mengutip buku Meneladani Kepemimpinan Khalifah, Ibnu Taimiyah memberi gambaran mengenai sosok Muawiyah. Dia berkata, “Dalam kepemimpinan Muawiyah dipenuhi dengan rahmat, kelembutan, dan memberi banyak manfaat bagi kaum muslimin, sehingga bisa diketahui bahwa Muawiyah adalah raja terbaik dibanding yang lainnya.”
Itulah beberapa hal mengenai Muawiyah bin Abi Sufyan. Terlepas dari kebijakannya menunjuk anaknya sebagai pengganti, beliau adalah salah satu sahabat Nabi SAW yang mulia.
Wallahu A’lam
Oleh Sania Afifah Nuraisyah