5 Larangan dalam Berinteraksi dengan Ipar, Hati-hati Nomor 2
TSIRWAH INDONESIA – Kebanyakan orang menganggap ipar sebagai keluarga dekat karena merupakan saudara kandung dari pasangan.
Kendati demikian, seorang muslim harus tetap memperhatikan batasan-batasan yang telah tercantum dalam syariat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْحَمْوُ الْمَوْتُ
Artinya: “Ipar adalah maut,” (HR Bukhari).
Banyak orang yang tidak mengindahkan hukum syariat dalam berinteraksi dengan ipar. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya bahaya sebagaimana kematian.
Ipar Bukan Mahram
Mengutip dari buku Wanita yang Haram Dinikahi karya Ahmad Sarwat, Lc.,MA, mahram adalah orang yang haram dinikahi secara permanen, baik karena faktor kerabat, sesusuan, atau berbesanan.
Lebih lanjut Ahmad Sarwat menjelaskan, ada dua jenis mahram, yaitu:
a. Mahram selamanya atau mahram muabbad adalah orang yang haram dinikahi, boleh terlihat sebagian aurat, boleh berkhalwat, boleh bersentuhan kulit, dan boleh bepergian bersama.
Termasuk mahram selamanya antara lain; ibu, anak kandung, saudara kandung, mertua, dan lain-lain.
b. Mahram sementara atau mahram muaqqat adalah orang yang haram dinikahi, haram memperlihatkan aurat, haram berkhalwat, haram bersentuhan kulit, dan haram bepergian bersama.
Mahram sementara antara lain; ipar, orang yang masih terikat pernikahan, wanita yang kena talak tiga, dan lain-lain.
5 Larangan dalam Berinteraksi dengan Ipar
Berdasarkan penjelasan di atas, saudara ipar termasuk mahram sementara dan berlaku hukum syariat atasnya.
Berikut lima larangan dalam berinteraksi dengan ipar di kehidupan sehari-hari:
1. Haram Menikah dengan Ipar
Selama masih terikat pernikahan, haram menikah dengan saudara ipar. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat An-Nisa’ ayat 23:
… وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَۗ …
Artinya: “… dan diharamkan pula mengumpulkan dua bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, ….”
Ahmad Sarwat menjelaskan, bila sudah tidak terikat pernikahan baik karena meninggal atau bercerai, maka boleh menikah dengan saudara ipar.
2. Haram Memperlihatkan Aurat
Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Aurat wanita terhadap orang yang bukan mahram adalah seluruh badan kecuali, wajah dan telapak tangan.
Syekh Salim bin Samir Al-Hadrami dalam kitab Safinatun Najah menjelaskan,
الْعَوْرَاتُ أَرْبَعٌ : عَوْرَةُ الرَّجُلِ مُطْلَقًا … : مَا بَيْنَ السُّرَةِ وَ الرُّكْبَةِ … وَ عَوْرَةُ الْحُرَّةِ وَ الْأَمَةِ عِنْدَ الْأَجَانِبِ: جَمِيْعُ الْبَدَنِ
Artinya: “Aurat laki-laki secara mutlak … adalah antara pusar dan lutut … dan aurat perempuan merdeka dan budak perempuan di sisi orang yang tidak ada hubungan mahram adalah seluruh badan.”
Larangan memperlihatkan aurat pada selain mahram juga termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Katakanlah kepada para peremluan yang beriman, hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasan (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki ayah suami mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempungai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerto tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah SWT, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
BACA JUGA : 3 Hal Ini Menjadikan Pernikahan Haram Dilakukan Menurut Islam, Waspadalah
3. Haram Berkhalwat
Berkhalwat artinya berdua-duaan dengan orang yang bukan mahram dan tidak terikat pernikahan. Rasulullah SAW dengan tegas melarang berkhalwat, beliau SAW bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ، وَلَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ أَنْ تُسَافِرَ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
Artinya: “Jangan sekali-kali seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita, dan tidak halal seorang wanita bepergian kecuali dengan mahramnya,” (HR Syafi’i).
4. Haram Bersentuhan Kulit
Haram bersentuhan kulit antara laki–laki dan perempuan yang bukan mahram dengan tanpa penghalang. Syekh Ahmad bin Abdul Aziz menjelaskan dalam kitab Fathul Mu’in,
وَحَيْثُ حَرُمَ نَظْرُهُ حَرُمَ مَسُّهُ بِلَا حَائِلٍ لِأَنَّهُ أَبْلَغُ فِي اللَّذَةِ
Artinya: “Sekiranya anggota badan itu haram dilihat, maka haram juga disentuh tanpa ada penghalang, karena memegang itu lebih lezat daripada melihat.“
Terkait larangan bersentuhan kulit bagi yang bukan mahram, Rasulullah SAW bersabda:
لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ
Artinya: “Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukam mahramnya,” (HR Thabrani).
5. Haram Bepergian Bersama
Larangan bepergian bersama tanpa mahram bersumber dari hadits Nabi Muhammad SAW:
لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ
Artinya: “Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya dan janganlah seorang laki-laki menemui seorang wanita kecuali wanita itu bersama mahramnya,” (HR Bukhari).
Demikian uraian tentang batasan berinteraksi dengan ipar dalam kehidupan sehari-hari. Semoga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga batasan yang telah tercantum dalam syariat, aamiin.
Wallohu A’lam
Oleh Nailah Masruroh