Tokoh & Sejarah

Inilah Perbedaan Haji Sebelum dan Sesudah Islam

TSIRWAH INDONESIA – Haji mempunyai sejarah panjang sejak masa sebelum Islam. Dalam rentang waktu yang panjang itu, praktiknya telah mengalami perubahan sehingga terdapat perbedaan haji sebelum dan sesudah islam.

Perintah haji telah ada jauh sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus menjadi rasul. Praktik haji terus dilakukan khususnya, di tanah Arab sebagai syariat yang dibawa oleh Nabi Ibrahim alaihissalam.

Rentang waktu yang lama antara diutusnya Nabi Ibrahim AS dengan Nabi Muhammad SAW, telah menimbulkan modifikasi dalam praktik haji oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.

Orang-orang tersebut telah melakukan banyak pembaruan. Sehingga menjadikan ibadah haji tidak sesuai lagi dengan syariat agama Allah.

Pembaruan-pembaruan itu telah menimbulkan beberapa perbedaan yang kentara antara haji sebelum dan sesudah islam. Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasannya:

Haji merupakan rukun islam yang kelima. Pelaksanaan haji telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Dalam buku The Power of Ka’bah karya Zainur Rofieq, suatu ketika Nabi Ibrahim AS melakukan dialog dengan Nabi Ismail AS. Nabi Ibrahim mengatakan bahwa beliau telah Allah perintahkan untuk meninggikan Ka’bah.

Fondasi Ka’bah sendiri telah ada sejak zaman sebelum Nabi Ibrahim AS. Ka’bah merupakan rumah ibadah pertama yang umat manusia bangun. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 96:

اِنَّ اَوَّلَ بَيۡتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَـلَّذِىۡ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلۡعٰلَمِيۡنَۚ‏ ٩٦ 

Artinya, “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”

Setelah selesai meninggikan bangunan Ka’bah, Allah menurunkan perintah untuk melaksanakan haji kepada Nabi Ibrahim AS. Malaikat Jibril menunjukkan ritual-ritual ibadah haji kepada Nabi Ibrahim AS. Setelah itu, Nabi Ibrahim AS menyeru manusia untuk melaksanakan haji.

Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa pelaksanaan praktik haji sebelum islam datang telah mengalami beberapa perubahan oleh orang Arab.

Setelah Nabi Muhammad SAW datang membawa syariat islam, pelaksanaan haji kembali pada ruh aslinya, yaitu untuk beribadah kepada Allah.

Semasa hidupnya, Rasulullah SAW hanya mengerjakan haji satu kali, yaitu pada Haji Wada. Haji tersebut menjadi haji pertama dan terakhir bagi Rasulullah SAW.

Melansir dari nu.or.id, Rasulullah SAW mendapat perintah haji pertama kali pada tahun 6 Hijriah. Namun, haji tersebut belum bisa terlaksana karena adanya pertentangan yang terjadi dengan kaum kafir Quraisy di Makkah.

Setelah Fathu Makkah tahun 8 H, Rasulullah SAW bisa melaksanakan haji dengan leluasa di Makkah tanpa ada hambatan dari orang-orang Quraisy. Haji baru dapat terlaksana pada tahun 10 H.

Selain menjadi haji pertama dan terakhir setelah Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul, Haji Wada juga menjadi penanda bahwa dakwah Rasulullah telah mencapai akhir. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 3:

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ


Artinya: “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

BACA JUGA : 3 Fakta Meninggal saat Haji, Benarkah Syahid, Simak

Orang-orang Arab pra-islam terkenal sebagai masyarakat yang menganut risalah Nabi Ibrahim AS dalam beragama.

Mengutip dari buku Sirah Nabawiyyah karya Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, orang-orang Arab pra-islam masih tetap melakukan sisa-sisa risalah Nabi Ibrahim AS seperti pengagungan terhadap Ka’bah, thawaf, haji, dan umrah. Namun, dalam perjalanannya mereka banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan sehingga jauh dari ajaran tauhid.

Masih mengutip dari buku yang sama, terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan ibadah haji pleh orang-orang Arab pada masa sebelum dan sesudah islam.

Pertama, mereka tidak wukuf dan ifadhah dari Arafah, melainkan di Muzdalifah. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 199:

ثُمَّ اَفِيْضُوْا مِنْ حَيْثُ اَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Kemudian, bertolaklah kamu dari tempat orang-orang bertolak (Arafah) dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Imam As-Suyuthi mengatakan bahwa, dahulu orang-orang Quraisy menetap di Muzdalifah dan enggan wukuf di Arafah karena mereka merasa lebih mulia dari orang Arab lainnya. Orang Quraisy tidak ingin melakukan wukuf dengan yang lainnya.

Setelah islam datang, Allah memerintahkan umat islam terkhusus orang-orang Quraisy untuk wukuf dan bertolak dari Arafah.

Kedua, jemaah haji dari luar Makkah tidak boleh memakan makanan dari luar Makkah.

Melansir buku Sirah Nabawiyyah karya Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, orang Arab pra-Islam berkata, “Penduduk di luar Tanah Suci tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar Tanah Suci ke Tanah Suci, jika kedatangan mereka itu dimaksudkan untuk haji dan umrah.”

Ketiga, jemaah haji dari luar tanah suci harus memakai ciri pakaian daerahnya saat thawaf. Jika tidak, mereka harus thawaf dengan telanjang. Allah kemudian menegur kebiasaan ini dalam QS. Al-Araf ayat 31:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Artinya, “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Keempat, orang-orang Arab Quraisy tidak memasuki rumah dari pintunya selagi dalam keadaan ihram. Mereka masuk lewat loteng atau membuat lubang di bagian belakang rumah untuk jalur keluar masuk rumah.

Mereka berperilaku demikian karena menganggap hal tersebut adalah perilaku yang baik. Setelah islam datang, Allah memerintahkan mereka untuk memasuki rumah melalui pintu.

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 189:

يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِاَنْ تَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ ظُهُوْرِهَا وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقٰىۚ وَأْتُوا الْبُيُوْتَ مِنْ اَبْوَابِهَاۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya, “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, ‘Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.’ Bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Itulah beberapa perbedaan haji sebelum dan sesudah islam. Meski sempat mengalami perubahan dan pembaruan, pada akhirnya praktik ibadah haji kembali kepada syariat agama Allah setelah Rasulullah SAW menjadi rasul.

Wallahu A’lam
Oleh Sania Afifah Nuraisyah

Editor: Divya Aulya

Penulis bau amis yang menulis sejumlah karya fiksi dan non-fiksi. Memiliki ketertarikan dalam dunia kebahasaan, memiliki visi dalam memajukan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator