Pendidikan Anak: Peran Orang Tua Membangun Generasi Islami, Simak
TSIRWAH INDONESIA – Orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik anak, karena anak merupakan amanah dari Allah subhanahu wa ta’ala yang memerlukan perlindungan dan bimbingan yang baik. Proses pendidikan ini berlangsung secara berkelanjutan, dengan harapan anak tumbuh menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
Bekerja sama dengan sekolah atau lembaga pendidikan lainnya juga penting, terutama untuk membantu dalam hal-hal yang mungkin sulit dipahami atau diajarkan oleh orang tua. Maka dari itu, banyak orang tua memilih untuk menitipkan anak-anak mereka belajar di sekolah.
Orang tua tetap perlu aktif mengawasi dan mendukung pendidikan anak, seperti memantau perkembangan belajar anak, berkomunikasi dengan guru, serta memberikan dukungan di rumah. Dengan keterlibatan aktif, orang tua memastikan anak mendapatkan pendidikan yang sesuai dan optimal.
Pentingnya pengetahuan dalam mendidik anak, mendorong orang tua untuk terus mengembangkan diri melalui kajian, membaca buku, dan memanfaatkan media online yang menyediakan informasi keilmuan. Dalam proses ini, keikhlasan dan kesabaran sangat penting, sebagai amalan yang terus ditingkatkan untuk mencapai tujuan hidup dengan mengharap keridhaan Allah SWT.
Baca Juga: Parenting: 6 Alasan Penting Keterlibatan Ayah, Simak
Berikut Penjelasan Ulama Terkait Kewajiban Mendidik Anak
Pendidikan merupakan ikhtiar, yang umum dilakukan oleh orang tua untuk membimbing dan mengasuh anak hingga dewasa, serta mempersiapkannya untuk menjalankan berbagai tugas kehidupan. Pentingnya pendidikan dijelaskan oleh Allah dalam Alquran, termasuk dalam surah At-Tahrim ayat 6 berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Imam al-Baghawi dalam kitabnya Ma’alim at-Tanzil menjelaskan terkait ayat ini:
قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ﴾ قَالَ عَطَاءٌ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَيْ بِالِانْتِهَاءِ عَمَّا نَهَاكُمُ اللَّهُ تعالى عنه وَالْعَمَلِ بِطَاعَتِهِ ﴿وَأَهْلِيكُمْ نَارًا﴾ يَعْنِي: مُرُوهُمْ بِالْخَيْرِ وَانْهُوهُمْ عَنِ الشَّرِّ وَعَلِّمُوهُمْ وَأَدِّبُوهُمْ تَقُوهُمْ بِذَلِكَ نَارًا
Artinya: “Firman Allah Ta’ala( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ) telah berkata ‘Atha’ dari Ibnu Abbas: yakni cukupkanlah dari apa saja yang sudah Allah larang bagi kalian dan berbuatlah ketaatan. (وَأَهْلِيكُمْ نَارًا) maksudnya, perintahkanlah mereka dengan kebaikan dan laranglah dari keburukan dan ajarkanlah serta didiklah mereka, maka dengan itu mereka akan selamat dari api neraka.”
Penafsiran ayat di atas menekankan pada perintah Allah SWT terhadap orang tua untuk bertanggung jawab dalam mendidik, dan mengarahkan seluruh anggota keluarganya, termasuk anak, untuk taat kepada Allah SWT dan menghindari perbuatan maksiat agar mereka selamat dari api neraka.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegaskan hal tersebut dalam hadisnya sebagai berikut:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ على الفِطْرَةِ، فأبَواهُ يُهَوِّدانِهِ، أوْ يُنَصِّرانِهِ، أوْ يُمَجِّسانِهِ، كَمَثَلِ البَهِيمَةِ تُنْتَجُ البَهِيمَةَ هلْ تَرى فِيها جَدْعاءَ
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?” (HR Bukhari dan Muslim).
Setiap orang tua Muslim sebaiknya menyadari tanggung jawab besar tersebut, agar anak tercegah dari pergeseran fitrah Islam, iman, dan tauhid menuju arah yang merugikan, seperti beralih memeluk agama Yahudi, Nasrani, atau Majusi, atau mengadopsi karakteristik serupa. Jika hal tersebut terjadi, orang tua akan menghadapi ancaman siksa neraka seperti dalam ayat di atas.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bari menjelaskan makna (فأبَواهُ) pada hadis di atas:
فَمَنْ تَغَيَّرَ كَانَ بِسَبَبِ أَبَوَيْهِ ، إِمَّا بِتَعْلِيمِهِمَا إِيَّاهُ أَوْ بِتَرْغِيبِهِمَا فِيهِ ، وَكَوْنُهُ تَبَعًا لَهُمَا فِي الدِّينِ يَقْتَضِي أَنْ يَكُونَ حُكْمُهُ حُكْمَهُمَا
Artinya: “Maka siapa saja yang telah berubah dengan sebab orang tuanya, baik itu karena pendidikan mereka berdua, atau karena peringatan mereka pada anaknya, dan mengikuti keduanya dalam perkara agama, otomatis standar perbuatan bagi dirinya berasal dari kedua orang tuanya.”
Penafsiran hadis tersebut menyatakan, bahwa permulaan pendidikan untuk anak, berawal dari kebiasaan yang diterapkan orang tua kepada anaknya. Jika orang tua ingin anaknya menjadi anak yang saleh dan salehah, maka hendaknya orang tua menanamkan nilai-nilai pendidikan islami.
Kesimpulan
Orang tua wajib melatih dan membiasakan anak, dengan tindakan baik dan terpuji melalui contoh yang mereka berikan, sehingga fitrah anak terjaga dan selalu tertanam di dalam jiwa.
Setiap orang tua Muslim memiliki tanggung jawab untuk menjaga diri sendiri, dan keluarganya dari segala hal yang dapat membawa mereka ke neraka, dengan memberikan arahan, bimbingan, dan mengajarkan akhlak yang baik sejak usia dini, serta menjauhkannya dari perilaku yang tidak baik.
Menitipkan anak di lembaga pendidikan tertentu perlu dibangun dengan hubungan yang positif antara orang tua dan guru. Dengan demikian, tercipta kerja sama yang efektif antara kedua belah pihak untuk mencapai pendidikan anak yang optimal.
Wallahu A’lam
Oleh Alvy Rizky Pratama