Hikmah & WawasanKesehatan

Pentingnya Terapi Hati Lewat Tazkiyatun Nafs, Inilah Caranya

TSIRWAH INDONESIA  Hati merupakan unsur manusia yang rapuh dan mudah terombang-ambing. Ia merupakan organ yang paling cepat kotor dan lelah.

Hati cepat kotor dikarenakan setiap manusia yang melakukan dosa dan telah terpapar, yang pertama kali akan terkena dampaknya adalah hati.

Dampak yang muncul berupa titik hitam yang lambat laun akan menjadi kumpulan titik besar dan bisa merusak jiwa manusia sehingga bisa disebut hati tersebut menjadi sakit.

Apabila hati sakit, maka kenikmatan dalam penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala menjadi hilang, sebagaimana fisik yang sakit menjadikan kenikmatan saat seseorang makan menjadi hilang.

Hati juga dapat mudah lelah karena penglihatan hati lebih sensitif dan tajam dibandingkan mata. Ia bisa dengan cepat berputar-putar dan berbolak-balik karena merupakan organ yang pertama kali merespons perubahan dunia. Itu sebabnya hati disebut dengan kata “qolbun” dalam Al-Qur’an.

Hati adalah unsur dan eksistensi terdalam yang membutuhkan konsumsi spiritual. Maka dari itu, terapi hati lebih penting dibandingkan pemenuhan materi, terlebih di zaman kini yang penuh dengan fitnah-fitnah dunia. Terapi hati memberi kesucian jiwa yang dapat membuahkan kejernihan diri lahir dan batin.

Dewasa ini, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan oleh stres, rasa frustrasi dan kecewa, serta ketidakpuasan akan alur dan permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Kemiskinan dan kurangnya tingkat pendidikan termasuk penyebab besar kasus bunuh diri di dunia.

Mengingat hal itu, terapi hati harus dilakukan dengan format yang benar guna tercapainya kesejahteraan, kebahagiaan serta kesucian jiwa yang maksimal. Agama menjadi tonggak serta pedoman manusia untuk mencapai kebaikan, kesejahteraan, kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tidak ada cara atau tempat yang lebih baik untuk memurnikan jiwa dan hati, kecuali ilmu. Dalam Islam terdapat istilah yang disebut tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa.

Baca Juga: Hati-Hati, 4 Penyebab Hati Terserang Penyakit Maksiat

Mengutip dari Kumparan.com, Tazkiyatun nafs terdiri dari dua kata, yakni tazkiyah dan nafsTazkiyah berasal dari kata zakka yang artinyapenyucian, pembinaan, serta penumbuhan jiwa menuju kehidupan spiritual yang lebih tinggi.

Tazkiyatun nafs merupakan upaya psikologis untuk membersihkan berbagai kecenderungan buruk yang ada dalam hati dalam mengatasi konflik batin.

Selain itu, tazkiyatun nafs bisa menjadi sebuah pilihan metode untuk memperbaiki seseorang dalam hal sikap, sifat, kepribadian, dan karakter dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Semakin sering seseorang melakukan tazkiyah pada karakter kepribadiannya, semakin Allah subhanahu wa ta’ala membawanya ke tingkat keimanan yang lebih tinggi.

Metode penyucian jiwa ini di dalamnya terdapat tahapan-tahapan, di antaranya takhalli (pengosongan jiwa dari akhlak jelek), tahalli (pengisian dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji) kemudian tajalli (terbiasanya suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan).

Ada berbagai cara tazkiyatun nafs, di antaranya banyak berdzikir, menjaga wudhu, memahami dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an, serta bersungguh-sungguh untuk selalu menjadi orang yang lebih baik dengan tetap beristiqomah dalam beribadah.

Dalam metode ini juga menganjurkan setiap manusia kuat dalam menghadapi cobaan dan kesulitan hidup dengan cara sabar dan sholat.

Islam sendiri memberi ajaran itu kepada manusia lewat Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 153:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Pada dasarnya mengobati hati termasuk dalam ranah di dalam ilmu tazkiyatun nafs. Selain cara-cara di atas, tazkiyatun nafs atau pengobatan hati juga dapat diperoleh dengan mengistirahatkan hati di tempat-tempat yang disebut sebagai pengistirahatan hati, yakni majelis ilmu.

Hal ini dikarenakan dengan duduknya seseorang pada majelis ilmu, maka kemudian lelahnya hati ketika mengikuti dunia, sementara waktu akan diistirahatkan untuk fokus merespons hal-hal mengenai urusan akhirat.

Hanzhalah Al-Usaydi radhiyyallahu ‘anhu, salah seorang juru tulis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, pernah berkata:

نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، فَنَسِينَا كَثِيرًا

Ketika kami berada di sisi Rasulullah, beliau sering mengingatkan kami tentang siksa neraka dan nikmat surga hingga seolah-olah kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Akan tetapi, ketika kami keluar dari sisi Rasulullah, maka kami pun berlaku kasar dan jahat kepada istri dan anak-anak kami serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna.  Jadi saya sering bersikap Iengah,” (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, dapat dipahami bahwa dekat dengan majelis ilmu dan berkumpul dengan orang-orang sholeh akan selalu mengingatkan umat Islam tentang eksistensi akhirat, yakni surga dan neraka. 

Wallahu ‘alam
Oleh Dwita Amania Septiani

Editor: Muhammad Agus

Alumni Ponpes As'adiyah, Saat ini menempuh strata 1 di STKQ Al-Hikam Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tsirwah Partnership - muslimah creator