Variasi Qira’at Al-Qur’an
TSIRWAH INDONESIA – Ilmu qira’at termasuk dalam kategori ilmu Alquran yang paling langka tidak diketahui oleh banyak orang. Karena sangat jarang dipelajari dan diajarkan.
Tidak hanya bagi orang awam, bahkan kalangan ulama dan tokoh-tokoh Islam masih sedikit asing tentang apa itu ilmu qira’at.
Banyak umat islam kesulitan dalam memahami konsep ilmu qira’at dan bagaimana bentuk keragaman qira’at. Kini tersisa di tangan segelintir orang di masa kita ini.
Padahal ilmu ini sudah ada pada masa kenabian. Peristiwa Bani Ghifar dan kasus perbedaan qira’at antara Sahabat Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakim, dapat dilihat dari informasi hadis yang cukup populer.
BACA JUGA: Maksud Kata ‘Ulil Amri’ pada Surat An-Nisa ayat 59: Pemerintah
Definisi Ilmu Qira’at
Kata qira’at secara etimologi merupakan jamak dari qira’ah yang berakar kata qara’a (قرأ). Dari asal kata tersebut lahir kata qur’anan (قرآنا) dan qira’atan (قراءة). Kedua kata ini mempunyai makna:
Pertama, menghimpun dan menggabungkan (al-jam’u wa al-dhammu) yaitu menghimpun ayat-ayat dan surah-surah serta menggabungkan antara huruf-huruf Alquran.
Kedua, membaca (tilawah) yaitu mengucapkan kalimat-kalimat yang tertulis. Tilawah disebut qira’ah karena menggabungkan suara-suara huruf menjadi satu dalam pikiran untuk membentuk kalimat yang akan diucapkan.
Sedangkan menurut terminologi ulumul quran, kata qira’ah didefinisikan secara beragam oleh para ulama. Abdul Qayyum As-Sindi dalam kitab Shafahat fi Ulumil Qira’at, Ibn Al-Jazari mengemukakan:
القراءات هو علم بكيفية أداء كلمات القرآن واختلافها معزوّا لناقله
Artinya: “Qira’at adalah disiplin ilmu yang mempelajari artikulasi beberapa kosakata Alquran dan perbedaan kosakata tersebut yang dinisbatkan kepada orang yang meriwayatkan.”
Sementara Abdul Fattah Al-Qadhi merumuskan definisi qira’at sebagai berikut:
القراءات هو علم يعرف به كيفية النطق بالكلمات القرآنية، وطريق أدائها اتفاقا واختلافا مع عزو كل وجه لناقله
Artinya: “Qira’at adalah Ilmu yang membahas tentang tata cara mengucapkan kosakata Alquran berikut cara penyampainnya, baik yang disepakati oleh ahli Alquran maupun yang terjadi ikhtilaf, dengan menisbatkan setiap model (wajah) bacaannya kepada seorang imam qira’at.”
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu qira’at adalah ilmu yang membahas tentang ragam bacaan, baik bacaan (qira’at) yang diterima oleh mayoritas umat islam atau tidak, berdasarkan tinjauan riwayatnya.
Dasar Keragaman Qira’at
Variasi qira’at Alquran sudah ada bersamaan dengan diturunkannya Alquran. Rasulullah shallallahu ‘alahi wassallam sudah menyampaikan keragaman qira’at Alquran tersebut, meskipun tidak semua Sahabat mendapatkannya secara utuh dan menyeluruh.
Seperti kasus perbedaan qira’at yang terjadi di hadapan Nabi SAW antara Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakim.
Kenyataan perbedaan bacaan Alquran dalam surah Al-Furqan yang diterima Umar berbeda dengan bacaan yang disampaikan Nabi SAW kepada Hisyam bin Hakim.
Terdapat lima puluh lebih hadis Nabi SAW yang menegaskan bahwa Alquran diturunkan dengan beragam bacaan, di antaranya potongan hadis dari Umar bin Khattab, Nabi SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (كذالك أنزلت) إن هذا القرآن أنزل على سبعة أحرف فاقرءوا ما تيسر منه
Artinya: “Kemudian Rasulullah SAW bersabda: demikianlah bacaan surah ini diturunkan, sesungguhnya Alquran itu diturunkan dalam tujuh huruf, maka bacalah mana yang kalian anggap mudah,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Manfaat Adanya Keragaman Qira’at
Beragamnya qira’at yang sahih ini mengandung banyak faedah, di antaranya:
1. Rahmat dan mempermudah umat untuk membaca Alquran dengan qira’at yang dikuasai. Bangsa Arab dahulu mempunyai berbagai lahjah (dialek) yang beragam antara satu kabilah dengan yang lain. Dengan diturunkannya Alquran dengan beragam qira’at tentu memudahkan mereka untuk membacanya.
2. Menunjukkan betapa terjaga dan terpeliharanya Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dari perubahan dan penyimpangan padahal Alquran mempunyai banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
3. Bukti bahwa Alquran diturunkan dari Allah SWT dan bukan buatan Nabi Muhammmad SAW. Karena setiap qira’at menunjukkan satu hukum syara’ tertentu tanpa perlu mengulangi lafaz. Seperti pada Qur’an surah Al-Maidah ayat 6:
فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ
Pada redaksi ayat ini Abu Hayyan mengungkapkan adanya perbedaan qira’at sebagai berikut:
Pertama, lafaz وَأَرۡجُلِكُمۡ (dibaca jarr) karena ma’thuf kepada kata bi ru’usikum. Sedangkan lafaz وَأَرۡجُلَكُمۡ (dibaca nasab) karena ma’thuf pada ‘wujuhakum wa aidiyakum’.
Kedua, qira’at ini nilai sanadnya sahih dan mutawatir, karena perawi bacaan tersebut adalah imam qira’at tujuh.
Perbedaan tersebut memiliki konsekuensi hukum yang berbeda. Makna zahir menunjukkan bahwa kaki wajib diusap berdasarkan qira’at yang membaca jarr sebagaimana kepala karena ‘amilnya adalah kata ‘wa imsahu’.
Sedangkan bagi yang membaca nasab berarti kaki wajib dibasuh sebagaimana wajah dan tangan karena ‘amilnya adalah kata ‘ighsilu’.
Dalam konteks ayat ini mayoritas ulama memilih pemahaman berdasarkan qira’at yang membaca nasab (wa arjulakum) yaitu keharusan membasuh kaki sebagaimana wajah dan kedua tangan.
Kesimpulan
Perbedaan ragam bacaan (qira’at) Alquran bukanlah sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad SAW yang dipengaruhi oleh dialek bahasa kabilah-kabilah Arab, akan tetapi kehendak Allah SWT semata menurunkan ayat-ayat Alquran dengan berbagai variasi qira’at.
Wallahu A’lam
Oleh Anni Kholidah Ritonga