Fathu Makkah: Penaklukkan Kota Makkah saat Ramadhan
TSIRWAH INDONESIA – Fathu Makkah adalah sebuah perang untuk menaklukkan kota Makkah. Perang ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun delapan Hijriah.
Kisah penaklukkan kota Makkah ini, dilatarbelakangi oleh kaum Quraisy yang melanggar salah satu perjanjian Hudaibiyah.
Salah satu isi perjanjian tersebut menerangkan bahwa, siapa saja dapat bergabung dengan Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam. Begitupun sebaliknya, siapa pun juga boleh bergabung dengan kaum Quraisy.
Perjanjian ini juga menekankan tentang terjaminnya keamanan suatu kelompok dari gangguan dan serangan pihak lain.
Namun, pada tahun delapan Hijriah ini, Bani Bakr, yang bergabung dengan kaum Quraisy melakukan penyerangan terhadap Bani Khuza’ah, kelompok yang bergabung dengan Rasulullah SAW.
Penyerangan ini menyebabkan banyak dari Bani Khuza’ah tewas. Di sisi lain, kaum Quraisy dengan diam-diam memberi suntikan bantuan berupa senjata untuk membantu penyerangan.
Kejadian ini membuat Rasulullah SAW marah karena mengakibatkan banyak darah yang tumpah di Makkah.
BACA JUGA: Jarang Diketahui, Inilah 6 Alasan Nabi Muhammad Diutus di Jazirah Arab
Persiapan Perang dengan Diam-diam
Rasulullah SAW kemudian mulai menyiapkan perang, tapi secara diam-diam. Hal ini dilakukan agar kaum Quraisy tidak mengetahui kedatangan Rasulullah SAW di kota Makkah.
Rasulullah SAW mengutus sebuah pasukan yang dipimpin Qatadah bin Rab’i sebanyak delapan puluh orang untuk menuju ke sebuah pemukiman di antara Dzu Khasyab dan Dzul Marwah. Pasukan ini bertugas untuk mengecoh orang-orang untuk berpikir bahwa Rasulullah SAW akan berangkat ke sana.
Saat Rasulullah SAW merencanakan perang secara diam-diam, seorang bernama Hathib bin Abu Balta’ah justru menulis surat untuk memberi tahu kaum Quraisy tentang kemungkinan perang yang akan terjadi.
Rasulullah SAW dengan kenabiannya, mendapatkan berita dari langit tentang surat yang ditulis oleh Hathib bin Abu Balta’ah. Beliau langsung menginstruksikan pada Ali dan Al-Miqdad untuk segera mengejar wanita yang diutus oleh Hathib sebagai penyampai pesan.
Sahabat rasul yang diutus untuk menggeledah si pembawa pesan ini berhasil mendapatkan surat tersebut. Rasulullah SAW langsung memanggil Hathib dan menanyakan tujuannya dalam menulis surat tersebut.
Hathib bin Abu Balta’ah menjelaskan bahwa ia tak bermaksud untuk mengubah keyakinan dan agamanya, tapi ia punya keluarga yang ada di kota Makkah dan tidak ada yang melindungi mereka jika perang terjadi.
Hathib merasa bahwa ia perlu memberi kabar pada kerabat yang ada di kota Makkah untuk dapat melindungi keluarganya. Mendengar penjelasannya, Umar bin Khatab merasa geram karena kemunafikan ini.
Melihat Umar bin Khatab marah hingga ingin membunuh Hathib, Rasulullah SAW lalu menenangkannya. Bagaimana pun, Hathib telah mengikuti perang badar dan tidak ada kemunafikan di dalam perang badar yang dilakukan atas nama Allah subhanahu wa ta’ala.
BACA JUGA: Lonceng Pernah Disebut dalam Sejarah 3 Agama, Cari Tahu Yuk
Pasukan Rasulullah SAW Bergerak ke Makkah
Rasulullah SAW bersama sepuluh ribu pasukan bergerak menuju Makkah pada tanggal 10 Ramadhan. Perjalanan dilakukan dalam keadaan sedang berpuasa.
Pasukan Muslim tiba di sebuah mata air yang terletak di antara Asfan dan Qudaid untuk berbuka puasa. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan menuju Marr Azh-Zhahran.
Saat singgah di Marr Azh-Zahran, Al-Abbas yang sedang berpatroli bertemu dengan Abu Sufyan. Para sahabat Rasulullah kemudian membawa Abu Sufyan kehadapan Rasulullah.
Terjadi perdebatan dan diplomasi yang cukup rumit antara Rasulullah SAW dan para sahabat dengan Abu Sufyan. Diplomasi ini berakhir setelah akhirnya Abu Sufyan menyatakan untuk masuk Islam.
Berdasarkan Buku Sirah Nabawiyah susunan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Al-Abbas berkata pada Rasulullah SAW bahwa Abu Sufyan adalah orang yang menyukai kebanggan, maka Al-Abbas menyarankan agar Rasulullah memberinya suatu kehormatan.
Rasulullah SAW kemudian menjamin keamanan bagi orang-orang yang masuk ke rumah Abu Sufyan, keamanan bagi orang yang masuk ke dalam rumah masing-masing lalu menguncinya, dan keamanan bagi orang yang masuk ke Masjidil Haram.
Rasulullah SAW bersama kaum Ansar dan Muhajirin melangkahkan kaki ke Masjidil Haram. Beliau lalu melakukan tawaf mengelilingi Ka’bah sambil mengendarai unta dengan membawa busur panah.
Terdapat 360 berhala disekitar Ka’bah dan Rasulullah menghancurkan berhala-berhala itu dengan busur panah yang dibawanya. Beliau membasmi berhala sembari mengucapkan ayat Al-Quran dari surah Al-Isra’ ayat 81:
وَقُلْجَآءَٱلْحَقُّوَزَهَقَٱلْبَـٰطِلُ ۚإِنَّٱلْبَـٰطِلَكَانَزَهُوقًۭا
Artinya: “Dan katakanlah, ‘Kebenaran telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sungguh, yang batil itu pasti lenyap.”Selain surah Al-Isra’, Rasulullah juga membacakan Al-Qur’an surah Saba’ ayat 49:
قُلْجَآءَٱلْحَقُّوَمَايُبْدِئُٱلْبَـٰطِلُوَمَايُعِيدُ
Artinya: “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.”
Setelah usai menghancurkan berhala, Rasulullah SAW kemudian masuk ke dalam Ka’bah untuk menunaikan salat dua rakaat.
Seusai salat, Rasulullah SAW berpidato di hadapan kerumunan kaum Quraisy. Rasulullah bertakbir, memuji dan mengagungkan keesaan Allah SWT. Bahwa, Tuhan yang layak disembah adalah Allah SWT semata.
Setelahnya, bertambah masyarakat dari suku-suku Arab yang memeluk agama Islam. Rasulullah duduk di Shafa sembari membaiat lelaki dan perempuan untuk meneguhkan keyakinan mereka untuk menaati Allah SWT dan rasul-Nya.
Saat waktu salat tiba. Rasulullah SAW meminta Bilal untuk mengumandangkan azan dari atas Ka’bah. Salat berjamaah lantas dilakukan dan terasa berat bagi kaum Quraisy yang belum beriman.
Kisah Penaklukan Kota Makkah yang terjadi pada bulan Ramadhan ini termasuk salah satu perang yang meminimalisir adanya pertumpahan darah. Adanya peristiwa Fathu Makkah ini mengubah kota Makkah menjadi kota yang islami.
Wallohu A’lam
Oleh Tri Dika Syaidharni